CTFK, dan Perubahan Model Produksi Studio Kyoto Animation (oleh Dany Muhammad)

Rilisnya Chuunibyou! Demo Koi ga Shitai pada musim gugur 2012 menjadi penanda dimulainya era baru pada model produksi studio Kyoto Animation (Kyoani). Chuunibyou! merupakan anime pertama yang diadaptasi dari novel publikasi penerbit KA Esuma Bunko, sebuah penerbit yang didirikan oleh Kyoani sendiri. Chuunibyou! sendiri bersama dengan Tamako Market, Free!, dan Kyoukai no Kanata (Keempatnya biasa disingkat sebagai CTFK) merupakan karya hasil submisi perlombaan menulis yang juga diadakan oleh Kyoani. Harapannya dengan KA Esuma Bunko dan karya-karyanya, Kyoani mampu menghasilkan anime yang IP-nya dimiliki oleh mereka sendiri.
Pendekatan ini cukup menimbulkan polemik di kalangan penggemar anime pada saat itu. Beberapa penggemar menganggap langkah Kyoani dilakukan hanya demi keuntungan semata tanpa mempedulikan fans dari seri yang telah mereka buat sebelumnya. Fokus pada IP sendiri berarti mengucapkan selamat tinggal pada beberapa seri Suzumiya Haruhi dan Full Metal Panic yang sudah memiliki basis penggemar. Suara semakin nyaring ketika tayangnya seri Free! yang terlihat lebih menyasar ke basis penggemar fujoshi, berbeda jauh dengan basis penggemar mereka sebelumnya
Namun Kyoani memiliki alasan kuat untuk model produksi ini. Sebelumnya, Kyoani sebagai studio animasi hanya dihitung sebagai kontraktor dari proyek anime produksi pihak lain. Sebesar apapun keuntungan yang didapat dari penjualan anime Suzumiya Haruhi atau K-On!, keuntungan terbesar tetap akan masuk ke pihak luar. Dengan memiliki IP sendiri, Kyoani dapat menghasilkan lebih banyak pendapatan. Di saat isu gaji animator diangkat, Kyoani menjadi salah satu dari sedikit studio yang dipuji karena tetap mampu menghasilkan animasi dengan kualitas terbaik tanpa mengorbankan kesejahteraan animatornya. Hanya dalam satu dekade, Kyoani berkembang dari studio yang menjadi kontraktor proyek animasi milik Kadokawa dan Key menjadi salah satu kreator yang mampu menghasilkan karya secara mandiri.
Kebangkitan Studio TRIGGER Sebagai Penerus GAINAX (oleh Caesar ES.)

Mendengar nama studio TRIGGER, ada imej spesifik yang terbayangkan di kepala saya. Aksi dinamis. Visual yang berkarakter dan penuh gaya. Karya dengan jiwa yang penuh semangat dan berapi-api. Jarang ada studio anime yang bisa menimbulkan reaksi seperti itu.
Tetapi dari awal berdirinya pada dekade ini dan perkembangan melesatnya selama waktu tersebut, studio TRIGGER jauh berbeda dari studio baru pada umumnya. Perintisnya bukan hanya sekumpulan anak muda sok tau, tetapi veteran-veteran hasil jebolan studio GAINAX, tempat diproduksinya serial TV Neon Genesis Evangelion. Banyak dari mereka bahkan pernah terlibat langsung dalam pembuatannya. Dibentuk oleh Hiroyuki Imaishi (sutradara & animator) dan Masahiko Otsuka (sutradara), jajaran TRIGGER kemudian diperkuat oleh talenta eks-GAINAX lainnya seperti animator Yoh Yoshinari dan Akira Amemiya, serta “super animator” Sushio.
“Talenta” sepertinya memang kata yang tepat untuk menggambarkannya. Untuk studio yang terhitung baru pada saat itu, TRIGGER dapat menjadi kumpulan kreator yang bertalenta dan mumpuni. Kill la Kill mungkin menjadi titik pertemuan pertama banyak fans dengan studio TRIGGER. Tentunya, kembalinya “duet maut” sutradara Hiroyuki Imaishi dan penulis Kazuki Nakashima menjadi hal yang disambut dengan penuh antisipasi setelah kolaborasi mereka sebelumnya di Gurren Lagann, dibawah GAINAX. Seperti halnya Gurren Lagann berhasil mengemas ulang estetika anime robot jaman dulu ke generasi fans baru, Kill la Kill berhasil mengenalkan generasi penonton baru ke estetika anime shonen yang ditonton dan digemari oleh para kreatornya.
Kegemaran tersebut seringkali tampil dengan sangat jelas di karya-karya TRIGGER. Baik SSSS.Gridman dan anime pendek Denkou Chojin Gridman: boys invent great hero menunjukkan atensi terhadap detail dan penghormatan kepada karya aslinya oleh sutradaranya, Akira Amemiya. Sementara dunia penuh warna dan desain karakter yang berasa hidup pada Little Witch Academia menampilkan seberapa luas repertoar artistik sutradara Yoh Yoshinari, yang juga menggemari banyak serial kartun barat. Maka tak heran jika kini, TRIGGER dianggap sebagai salah satu studio “fan-favorite” terutama di belahan dunia bagian barat.
Dan TRIGGER juga menjadi salah satu studio yang selalu berusaha untuk berinteraksi langsung dengan para fansnya tersebut. Dimulai dari proyek Kickstarter untuk OVA sekuel Little Witch Academia, TRIGGER seringkali berinteraksi dengan fans dengan cara yang mungkin tidak akan dilakukan oleh studio pada umumnya. Mulai dari membuat Patreon, sering mengadakan livestream bersama kreatornya, hadir dengan panel bersama kreatornya langsung di event-event seperti Anime Expo dan bahkan menyiapkan konten khusus yang hanya ditampilkan di event tersebut, atau membuat game Flash Inferno Cop untuk april mop tahun 2018.

Melihat kumpulan talentanya, kemampuan mereka untuk membuat karya yang dapat digemari fans dari berbagai generasi, serta pengetahuan luas yang membuat mereka dapat berkomunikasi dengan fans dari seluruh dunia, kesuksesan TRIGGER seakan sudah menjadi suatu kepastian.
Tetapi yang membuat TRIGGER berkesan bagi saya, adalah bagaimana mereka selalu menghasilkan karya yang unik, penuh dengan individualitas para kreatornya, dan beda dari yang lain. Tak hanya itu, tetapi mereka secara konsisten melakukannya selama hampir satu dekade dan tidak pernah berhenti. Anime terkadang terasa monoton dan itu-itu saja, tetapi TRIGGER menunjukkan bahwa masih mungkin untuk membuat karya tanpa harus mengorbankan apa yang membuat diri mereka unik, dan untuk menjadi sukses dengan melakukannya. Baik sejak rilis OVA Little Witch Academia hingga kini dengan karya terbaru mereka Promare, semangat mereka untuk berinovasi tidak pernah terasa padam.
Banyak kreator seperti Hideaki Anno (yang juga merintis karirnya di GAINAX) yang mengutarakan kekhawatiran mereka tentang bagaimana industri animasi Jepang dapat menuju kehancuran. Tetapi setiap saya melihat studio seperti TRIGGER yang selalu mencoba membawa angin segar lewat karya-karyanya dan selalu melibatkan diri mereka dengan audiens global, saya menjadi berpikir bahwa semuanya akan baik-baik saja. Masa depan anime ada di pewaris yang tepat, dan mungkin dengan cara inilah anime akan tetap dapat hidup dan berkembang terus kedepannya.
Artikel kilas balik sedekade KAORI Nusantara bagian pertama berlanjut di halaman ketiga.