Industri komik Indonesia sudah berumur cukup lama. Dari masa ke masa, berbagai komik-komik baru terus diterbitkan dan dibaca oleh generas-generasi penggemar komik pada masanya. Seiring berlalunya waktu, banyak komik-komik terbaru terus bermunculan, bersandingkan dengan komik-komik yang sudah ada terlebih dahulu. Meskipun begitu, banyak juga komik-komik terdahulu yang kualitasnya sebenarnya tidak kalah dengan komik-komik masa kini dan bisa diadu, serta masih banyaknya penggemar-penggemar komik lama yang masih ingin agar komik-komik kesayangannya tetap relevan di tengah perkembangan zaman. Opsi remake atau membuat ulang adalah salah satu opsi untuk “menghidupkan kembali” komik-komik klasik, sambil disesuaikan dengan konteks kekinian, seperti yang saat ini sudah dirintis oleh BumiLangit dengan brand BumiLangit [R]evolusi. Berikut kami sajikan sejumlah komik-komik Indonesia klasik yang layak, bahkan wajib untuk di-remake supaya bisa turut dinikmati oleh generasi masa kini:
Morina

Mungkin tidak banyak generasi masa kini yang mengenal komik yang oleh kreatornya, Taguan Hardjo dibranding dengan embel-embel “Nopel Bergambar” ini. Akan tetapi, Morina adalah sebuah “tonggak sejarah”. Bayangkan saja, 2 tahun sebelum Richard Kyle menggagas embel-embel “Graphic Novel”, dan 16 tahun sebelum Will Eisner merilis A Contract with God yang disebut-sebut mempopulerkan embel-embel “Graphic Novel”, di suatu tempat di Medan, Sumatera Utara, Taguan Hardjo sudah menerbitkan sebuah “Nopel Bergambar”.
Terlepas dari prestise sejarahnya, Morina bagi saya adalah sebuah komik romansa klasik yang amat sangat layak dibaca oleh generasi sekarang. Kisah petualangan Morina bersama sang pria berjanggut di tengah-tengah romansa sejarah kolonialisme Portugis di tanah Malaka, kisah romantika dua anak manusia berbeda latar belakang dan budaya, dan twist akan latar belakang dari sosok Morina itu sendiri, semuanya digarap dengan apik oleh Taguan Hardjo menjadi sebuah romantika api, asap, dan cinta yang begitu memukai, tidak kalah dengan komik-komik Indonesia yang ada sekarang.
Sedikit alasan yang cukup menggelitik, saya membayangkan bila cover depan Morina yang bergambar Morina yang tengah berdansa, dengan latar belakang bara peperangan yang begitu ikonik tersebut digambar ulang dengan gaya masa kini. Saya selalu berpikir andai ada komikus atau ilustrator muda zaman sekarang yang menggambar cover depan itu dengan gayanya masing-masing.
Batas Firdaus

Saya sebenarnya tidak pernah membaca komik ini, karena komik ini sudah sangat lama sekali. Pada awal 90an lalu, penerbit Grafiti pernah berencana untuk meremake dan merilis ulang komik ini bersama 2 karya Taguan Hadjo lainnya yang sudah diremake dan dirilis ulang terlebih dahulu, yaitu Mencari Musang Berjanggut (diremake menjadi Hikayat Musang Berjanggut) dan Setangkai Daun Surga. Namun pada akhirnya saya tidak pernah melihat Batas Firdaus hasil remake penerbit Grafiti tersebut. Saya bahkan tidak pernah tahu apakah Grafiti benar-benar pernah merilis dan meremake Batas Firdaus ini sebagaimana rencana mereka dulu.
Lalu kenapa saya begitu terobsesi agar Batas Firdaus ini bisa diremake. Sebenarnya diremake, atau dirilis ulang, ataukah entah bagaimana saya bisa menemukan komik aslinya, itu tidak penting. Yang terpenting adalah SAYA INGIN MEMBACANYA. Kenapa saya ingin membacanya? Karena ketika membaca deskripsi dari isi cerita komik ini membuat saya begitu bergidik dan terobsesi untuk bisa membaca komik ini. Bayangkan saja, kisah sebuah dunia post-apokaliptik di mana umat manusia dikisahkan hanya menyisakan seorang pria dengan anak perempuannya. Di sinilah twist cerita dimulai, di mana sang ayah yang ingin memulihkan populasi umat manusia, yang itu artinya ia harus menikah lagi dan menghasilkan keturunan. Namun satu-satunya wanita sekaligus manusia yang tersisa selain dirinya, adalah anak perempuannya sendiri. Di sinilah sebuah pergulatan batin dan prinsip antara perjuangan demi memulihkan populasi umat manusia yang harus berbenturan vis a vis dengan sebuah prinsip dan moralitas yang sudah berurat berakar. Ini sebuah premis yang amat sangat brilian, dan penggemar, apalagi maniak komik manapun harus membacanya. BRILIAN ABIS!
Hikajat Putih Runduk

Sama seperti komik-komik karya Taguan Hardjo maupun komik-komik kebanyakan “Generasi Medan” pada masanya, Hikajat Putih Runduk garapan Dada Meuraxa dan Zam Nuldyn yang diserialisasikan di majalah Tjergam tahun 50-60an ini adalah komik yang hadir dengan panel-panel gambar tanpa dialog, di mana isi cerita hanya dibawakan dengan tulisan narasi, dengan bahasa yang sangat sastrawi. Dan tentu saja, sebagaimana kebanyakan “komik-komik “Generasi Medan” lainnya, saya belum pernah membacanya langsung, dan hanya mengenalnya lewat buku sejarah.

© Henry Ismono / Kelompok Kaji Cergam
Yang menarik perhatian saya dengan komik ini adalah bahasa narasinya yang benar-benar sastrawi abis. Bayangkan saja saya langsung terkesima dengan bahasa sastranya hanya setelah membaca satu halaman saja hasil “scan” dari komik ini yang diperlihatkan di buku sejarah. Ketika membacanya, saya bagaikan sedang bernyanyi atau sedang membaca puisi. Jujur saya sekali-sekali ingin mendapatkan sensasi seperti itu di masa sekarang. Andaikata Hikajat Putih Runduk bisa diremake ulang dengan ilustrasi kekinian, namun dengan tetap mempertahankan bahasa narasi dari Zam Nuldyn yang sangat sastrawi tersebut, wow, just WOW.
Ingin tahu sesastrawi apa narasi cerita dalam Hikajat Putih Runduk hingga saya terobsesi menjadikannya salah satu komik Indonesia yang wajib d-remake? Inilah beberapa di antaranya:
Baca juga:
Harapan untuk Komik Indonesia: Butuh Lebih dari Sekadar Si Juki, Gundala, dan Tahilalats
Komik Indonesia yang Masih Dinantikan Kelanjutannya Oleh Staff KAORI Nusantara
KAORI Newsline | Oleh Dody Kusumanto | Artikel ini adalah pendapat pribadi dari sang penulis dan tidak berarti merefleksikan kebijakan maupun pandangan KAORI Nusantara.
KAORI Nusantara membuka kesempatan bagi pembaca untuk menulis opini tentang dunia anime dan industri kreatif Indonesia. Opini ditulis minimal 500-1000 kata dalam bahasa Indonesia/Inggris dan kirim ke [email protected]