Dalam dunia komik Indonesia atau lokal, terkadang ada sebuah mitos berbunyi “komik Indonesia selalu nomor satu, jarang yang sampai nomor dua”. Mitos ini berangkat dari banyaknya komik-komik buatan komikus-komikus Indonesia yang seringkali berakhir menggantung dan tak pernah berlanjut kembali hingga kini. Meski tidak semuanya hanya “stuck” di nomor satu saja, namun tidak sedikit pula komik-komik lokal yang perkembangannya cukup tersendat karena berbagai alasan seperti respon pasar yang kurang baik, ataupun media penyalur komik yang bersangkutan sudah tidak beroperasi lagi. Berikut adalah sejumlah komik-komik lokal yang sudah lama tidak berlanjut lagi, namun masih dinanti-nantikan kehadirannya kembali oleh staff KAORI Nusantara:
Dody Kusumanto (KAORI Newsline):
Lunar Helios
Lunar Helios adalah komik yang paling saya sukai di antara komik-komik yang ada di re:ON Comics. Kisah petualangan fantasi dan hubungan antara manusia dengan vampir ini begitu saya rindukan kehadirannya kembali. Mungkin karena saya memang menyukai konsep cerita hubungan persahabatan antara insan berbeda latar belakang, sehingga saya menyukai Lunar Helios. Ditambah lagi dengan goresan gambar apik dari Galang Tirtakusuma yang cukup kiyut lagi jenaka. Semoga saja re:ON Comics bisa segera melanjutkan lagi Lunar Helios suatu saat nanti.
Serial Comic School
Sebenarnya hampir tak ada yang istimewa dalam komik garapan Agus Willy ini. Alur ceritanya datar-datar saja nyaris tanpa konflik, ilustrasi dan desain karakternya juga rada berantakan, bahkan ada beberapa gambar atau panel yang mencomot komik Jepang. Hanya saja Serial Comic School memiliki tempat khusus bagi saya. Alkisah di periode 2000an awal di mana banyak komik-komik Indonesia yang mengadaptasi manga Jepang. Yang saya sayangkan dari kebanyakan komik-komik lokal generasi “manga 2000an” tersebut adalah banyak dari mereka yang mengadaptasi manga Jepang terlalu jauh hingga tak terasa “membumi”. Serial Comic School yang diterbitkan DAR! Mizan ini menjadi salah satu komik Indonesia bergaya manga, namun masih bersettingkan dengan nama-nama karakternya juga masih “nama Indonesia”. Sampai saat ini memang masih terjadi perdebatan megenai “apakah itu komik Indonesia”, atau “apakah komik Indonesia harus bersettingkan Indonesia, dengan karakternya orang Indonesia dengan nama yang “meng-Indonesia””. Ini adalah sebuah ironi karena di satu sisi itu adalah sebuah perdebatan tak berdasar yang takkan pernah berakhir, namun di sisi lain, jujur jauh di lubuk hati, sayapun secara prinsip masih memiliki kesetujuan dengan “bullsh*t” bahwa “komik Indonesia harus bersettingkan Indonesia, dengan karakternya orang Indonesia dengan nama yang “meng-Indonesia””, meski tentu tidak semua komik Indonesia harus seperti itu, namun ada baiknya sebagian besar, mungkin 40 atau malah 50% komik Indonesia harusnya seperti itu. Dan Serial Comic School menariknya adalah salah satu komik Indonesia pertama yang saya kenali memiliki gaya gambar manga Jepang, namun tetap dengan setting membumi ala Indonesia. Kalau boleh jujur, di masa lalu saya memang memiliki sebuah kriteria komik lokal yang ideal, yaitu komik dengan gaya gambar mirip-mirip manga Jepang, namun settingnya tetap “ng-Indonesia”. Dan Serial Comic School-lah salah satu komik Indonesia pertama saya yang memiliki kriteria tersebut, paling nggak terlepas dari berbagai kelebihan dan kekurangannya.
Terlepas dari segala idealisme dan tetek bengek lainnya, meski ceritanya datar, namun saya entah kenapa masih tetap terkesan dengan kisah perjuangan Rian, Fatiha, dan Ulil dalam mendirikan klub komik di sekolahnya. Akan sangat sayang sekali kalau cerita mereka harus berakhir menggantung tanpa konklusi. Apalagi saya masih penasaran apakah Brutus benar-benar akan membuatkan makanan sebagaimana dipesan oleh Ulil.
Catatan Harian Olin
Ketimbang disebut sebagai komik, Catatan Harian Olin sebenarnya adalah sebuah nomik, alias novel komik. Sebuah media cerita setengah novel setengah komik, di mana cerita disampaikan dengan media novel, namun di beberapa adegan, penyampaian cerita dibuat dengan format komik. Lepas dari itu, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, saya menyukai tema cerita persahabatan insan berbeda latar belakang. Dan persahabatan 3 dara beda suku beda agama, Olin, Kristin, dan Lia adalah salah satu “komik Indonesia” yang turut menemani masa SMA saya dulu. Beberapa tahun yang lalu Catatan Harian Olin pernah diterbitkan kembali dengan gambar dan ilustrasi bagian komiknya yang diremake. Namun sayangnya setelahnya tenggelam begitu saja, dan tak pernah berlanjut kembali hingga kini. Jujur saya merindukan kelanjutan kisah Olin, Kristin, dan Lia ini.
M Razif Dwi Kurniawan (Indonesia Anime Times):
Only Human
Komik karya Mukhlis Nur ini menarik karena mengangkat tema yang jarang digunakan di komik-komik Indonesia: sci-fi era pasca apocalypse. Gambarnya yang sangat detail seolah-olah membawa kita ke dunia pasca apocalypse yang hanya diisi robot dan penuh dengan hewan-tanaman fiksi yang eksotis. Selain itu, konflik yang disajikan dengan tema kegagalan eksperimen dan “satu-satunya harapan umat manusia” membuat cerita di komik ini tidak kalah menariknya dengan kualitas gambarnya. Ada banyak hal yang belum terungkap di komik ini (seperti masa lalu Dokter dan kenapa Ely dapat terkirim ke bumi dalam kondisi hidup) yang semakin membuat penasaran pembaca akan seperti apa volume ketiga dari komik ini.
Tanto Dhaneswara (KAORI Newsline):
Komik-Komik Terbitan Shonen Fight/Fight Comic Magazine (Perennium, Winternesia, dan INheritage: Incarnation of Chaos)
Kalau ditanya komik Indonesia apa saja yang paling ditunggu-tunggu kelanjutannya, saya pun menjawab dengan judul-judul komik yang diterbitkan di majalah Shonen Fight (yang kemudian berganti nama menjadi Fight Comic Magazine). Shonen Fight sendiri merupakan salah satu majalah komik yang terbit pada 2015 lalu, ketika jagat komik Indonesia mulai rame-ramenya.
Majalah komik ini entah kenapa sedikit menarik minat saya lebih dalam karena komik-komik yang diterbitkan di sini memiliki tema yang bagi saya sedikit lebih “canggih” dibanding judul-judul di majalah komik lain. Ada komik yang diadaptasi dari game ponsel dalam negeri, komik bertema survival di post-apocalypse penuh salju, time travel, court drama, hingga yang rada-rada ecchi (oh yeahhhh….).
Namun sayang, umur majalah komik yang terbit setiap 4 bulan sekali ini ternyata tidak panjang. Setelah terbit sebanyak 4 volume, majalah Shonen Fight akhirnya berhenti terbit. Satu hal yang cukup disayangkan, karena banyak komik-komik di majalah ini yang ceritanya bisa dibilang masih jauh dari kata tamat dan waktu itu justru sedang seru-serunya. Saya pun berharap agar majalah komik ini suatu hari nanti bisa terbit kembali, atau komik-komik tersebut mungkin bisa terbit dalam format lain jika kondisinya benar-benar tidak memungkinkan.
Kalau ditanya 3 komik Shonen Fight apa saja yang jadi favorit, inilah pilihan saya:
Perennium
Komik ini rasanya menjadi serial “uji coba” Kharisma Jati untuk bermain-main dengan konsep time travel (dan reinkarnasi?) dengan begitu “liar” dan memadukan tema sci-fi-nya dengan nuansa kearifan lokal Yogyakarta. Saya masih penasaran akan dibawa ke mana konflik Cindhil dan Martin yang melintasi waktu ini nantinya jika komik ini bisa berlanjut lagi.
Update: penerbitan seri komik ini akhirnya telah berlanjut secara independen.
Winternesia
Ketika membaca sinopsisnya, saya kira komik ini bakal memiliki cerita yang ringan bin happy-happy dengan temanya yang unik; Apa jadinya jika Indonesia diterpa musim dingin yang berkepanjangan? Ternyata, komik ini justru malah menghadirkan cerita survival di dunia post-apocalyptic yang begitu keras dan dingin.
INheritage: Incarnation of Chaos
Pernah dengar game ponsel INheritage yang memiliki gameplay bullet hell (danmaku) ala-ala Touhou Project? Ya, komik ini ternyata adalah sekuel dari game buatan studio Tinker Games asal Bandung yang dirilis pada 2013 lalu. Cerita di komiknya sejauh ini mengusung nuansa yang lebih misterius dan serius dibanding versi game-nya. Jika Anda membaca tulisan ini dan mulai penasaran dengan game-nya, silakan di-googling. Game-nya memang beneran bagus kok.
Baca juga:
Harapan untuk Komik Indonesia: Butuh Lebih dari Sekadar Si Juki, Gundala, dan Tahilalats
KAORI Newsline | KAORI Nusantara membuka kesempatan bagi pembaca untuk menulis opini tentang dunia anime dan industri kreatif Indonesia. Opini ditulis minimal 500-1000 kata dalam bahasa Indonesia/Inggris dan kirim ke halo@kaorinusantara.or.id