Beberapa waktu ini media sosial sedang diramaikan dengan wacana penghapusan loket tiket di stasiun kereta lokal di Indonesia. Operator kereta api tersebut kemudian mengarahkan penggunanya untuk mengakses aplikasi yang dapat dimuat turun di telepon seluler masing-masing.
Pro dan kontra mengemuka. Ada yang berpendapat sudah saatnya warga menuju cashless, dan ada juga yang menentang karena sistem ini menyulitkan pelanggan yang tidak memiliki ponsel atau yang memiliki masalah dalam menggunakan aplikasi tersebut.
Jepang sebagai negara yang mengalami depopulasi penduduk menghadapi masalah serupa dalam operasi kereta apinya: dipaksa menekan biaya operasi, sehingga alhasil muncullah stasiun nirawak. Fenomena stasiun nirawak ini telah muncul di medio 1980-an saat Japanese National Railway (JNR, Perumka-nya Jepang) dilanda kerugian mahabesar.
Jadi, bagaimana stasiun kereta di Jepang tanpa orang dioperasikan dan bagaimana cara naik kereta di sana? Ternyata ada beberapa jenisnya. Simak penjelasannya di bawah ini.

1. Stasiun dioperasikan tanpa orang, namun disediakan fasilitas penjualan tiket dan operasinya dikendalikan dari stasiun sebelahnya
Ini merupakan stasiun nirawak paling canggih. Di dalam stasiun ini, tersedia mesin tiket otomatis dan gerbang tiket otomatis. Pelayanan terhadap keluhan dilayani melalui telepon interkom ke stasiun sebelahnya, atau dihubungkan ke call center utama di kantor pusat operator KA tersebut.
Salah satu operator KA dengan penumpang masif yang mengoperasikan stasiun nirawak adalah Yurikamome. Di jalur LRT yang ada di tengah kota Tokyo ini, hanya stasiun-stasiun tertentu dan stasiun terminus saja yang diisi orang. Selebihnya, tersedia interkom yang juga bisa dimanfaatkan kaum disabilitas untuk meminta pertolongan.
Di wilayah Hokkaido sendiri, stasiun Numanohata yang dioperasikan JR Hokkaido pun tidak kalah modern. Stasiun ini juga dilengkapi dengan gerbang tiket otomatis dan mesin tiket otomatis. Hal ini menarik sebab umumnya, stasiun nirawak di Hokkaido hanya berupa peron yang tergelar saja.

2. Stasiun yang operasionalnya dialihdayakan ke pihak ketiga
Secara teori, stasiun ini masih dijaga orang, namun pelayanannya tidak dioperasikan langsung oleh operator KA tersebut. Perusahaan-perusahaan JR punya anak usaha yang mengoperasikan stasiun tersebut, atau operasinya diberikan ke pihak ketiga. Salah satu perusahaan pihak ketiga yang ternama adalah Tokai Transport Service Company (TKJ) yang mengoperasikan sejumlah stasiun milik JR Central, atau JR East Station Services Co.Ltd. yang mengoperasikan beberapa stasiun milik JR East. Di stasiun ini, sudah tidak ada lagi pegawai organik atau PKWT yang dipekerjakan perusahaan.
Di stasiun ini, pembelian tiket jarak dekat dan menengah terkadang masih bisa dilayani sebab petugas diberikan akses mesin POS (umumnya mesin MARS) yang terkoneksi dengan jaringan tiketing perusahaan JR. Tetapi ada juga yang hanya dapat melayani penjualan KA jarak dekat.
Di wilayah utara, stasiun dikelola oleh koperasi atau warga setempat yang merangkap sebagai penjaga stasiun. Misalnya di jalur Yuubari yang baru saja ditutup pada 31 Maret 2019. Di stasiun Yuubari, operasionalnya dilakukan oleh warga setempat yang juga mengoperasikan pusat penerimaan turis yang terletak tidak jauh dari stasiun. JR Hokkaido kemudian cukup mengambil uang penjualan yang didapatkan dan memberikan komisi kepada warga yang mengoperasikannya.

3. Stasiun Tanpa Awak; Bayar Pas Turun atau di Dalam Kereta
Ini stasiun yang paling menarik dan sering mengandung banyak romansa. Di jalur-jalur pihak ketiga atau jalur pedesaan yang tidak terlalu banyak penumpangnya, awak sarana perkeretaapian (masinis) bertugas sebagai kondektur, sehingga selain menjalankan kereta, ia memungut bayaran dari penumpang.
Di dalam kereta, disediakan fasilitas penjualan tiket yang mengeluarkan tiket sekali jalan atau tersedia alat tap-in dan tap out. Mirip seperti naik bus kota.
Di jalur-jalur yang agak baik kondisinya, masih tersedia alat tap in dan tap out berdiri, atau kertas yang bisa dicetak dari mesin yang membuktikan bahwa kita memang naik dari stasiun tersebut. Pembayarannya dilakukan di stasiun berikutnya yang dijaga petugas saat turun. Jalur Shonan Monorail menerapkan prinsip ini.
Tetapi mengurangi jumlah SDM ternyata tidak cukup menyelamatkan perusahaan atau jalur KA seperti ini, sehingga setiap tahun tetap saja ada jalur-jalur KA yang terpaksa ditutup meskipun sudah ada efisiensi biaya SDM seperti ini.
KAORI Newsline | oleh Kevin W
Kyk bus damri sih.. bayarnya pas di dalam kendaraan.. asal tahu trayek dan jam brp datengnya