Terhitung sejak tahun 2020 lalu, layanan video streaming Netflix telah memutar film-film karya Studio Ghibli dalam katalog filmnya. Bekerjasama dengan Wild Bunch, Netflix menayangkan sejumlah film-film Studio Ghibli secara internasional. Tak hanya itu, film-film Ghibli tersebut juga ditayangkan lengkap dengan dubbing dari berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
Salah satunya adalah Princess Mononoke atau Mononoke Hime. Film karya Hayao Miyazaki keluaran tahun 1997 ini ditayangkan di Netflix, lengkap dengan dubbing berbahasa Indonesia dari IYUNO Media Group, sebuah grup multinasional yang turut dipercayakan oleh Netflix dalam mendubbing sejumlah film-filmnya ke dalam bahasa Indonesia. Berikut adalah sejumlah seiyu yang turut serta dalam mendubbing film Princess Mononoke ke dalam bahasa Indonesia di Netflix:
Kamal Nasuti sebagai Ashitaka
Kamal Nasuti adalah seiyu yang sudah memulai karirnya sejak tahun 1995. Dirinya sempat berperan sebagai karakter Brock (Takeshi di versi Jepang dan Indosiar) di anime Pokemon yang sempat ditayangkan oleh SCTV pada tahun 2000 lalu. Selain itu perjalanan karirnya juga cukup panjang dengan berbagai judul yang pernay ia perankan dari mulai MAR, The Baby and I, Full Metal Panic, Code Lyokko, Scooby Doo, Shaman King, Vatala sang Pelindung, TMNT, Fairy Tail, The Song of Tentomushi, dan masih banyak judul-judul lainnya.
Dalam Princess Mononoke sendiri Kamal Nasuti dipercayakan untuk memerankan Ashitaka, sang karakter utama, pangeran dari suku Emishi yang terkena sebuah kutukan, dan harus melakukan perjalanan jauh meninggalkan sukunya demi menghapus kutukan tersebut.
Siwi Dwi Iswanti sebagai San (kanan) dan Lady Eboshi (kiri)
Siwi Dwi Iswanti adalah seiyu yang sempat berpartisipasi dalam Anima Yell! yang sempat ditayangkan oleh RTV beberapa waktu yang lalu, di mana ia berperan sebagai Hizume Arima. Saat ini dirinya juga tengah aktif dalam proyek podcast horror berjudul The Sacred Riana bersama sejumlah seiyu lainnya.
Dalam Princess Mononoke ia dipercayakan untuk memerankan 2 karakter wanita yang saling bertolak belakang. Yang satunya adalah San, sang putri Mononoke, seorang gadis yang dibesarkan oleh kawanan serigala, dan menjadi karakter heroine di film ini. Karakter satunya lagi yang ia perankan adalah Lady Eboshi, sang karakter antagonis.
Denis Setiano sebagai Jiko
Denis Setiano adalah seorang seiyu serba bisa, lengkap dengan berbagai kemampuan yang nyentrik lagi aduhai. Seiyu yang selama ini dikenal sebagai sosok yang mendubbing karakter Mickey Mouse ke dalam bahasa Indonesia ini memang adalah salah seorang seiyu langganan yang suaranya cukup sering muncul dalam film-film Studio Ghibli yang tayang di Netflix. Karenanya, jika menonton sejumlah film-film Studio Ghibli di Netflix, penonton akan cukup sering mendengar suaranya.
Dalam Princess Mononoke, Denis Setiano berperan sebagai Jiko, seorang pendeta yang sempat membantu Ashitaka di awal cerita, namun rupanya ia memiliki sebuah tujuan terselubung. Selain sebagai Jiko, Denis Setiano juga memerankan Dewa Okkoto, sang pemimpin kawanan babi hutan di film ini.
Harjayah Hermano sebagai Moro (kiri) dan Gonza (kanan)
Harjayah Hermano adalah seiyu yang juga menjadi salah satu langganan dalam sejumlah film-film Studio Ghibli yang tayang di Netflix, atau bahkan film-film Netflix versi dubbing bahasa Indonesia lainnya. Seiyu lulusan Sanggar Prathivi pernah menjadi RM. Soerjo dalam Battle of Surabaya, dan juga turut menjadi seiyu dalam Detektif Conan yang tayang di NET ini dalam film besutan Hayao Miyazaki ini dipercayakan untuk memerankan Moro, sang serigala raksasa yang juga adalah orang tua angkat dari San, dan juga Gonza, si pengawal Lady Eboshi.

Aris Juli Setyowati (kiri), Lala Sitompul (tengah), dan May Hartati (kanan)
Dalam Princess Mononoke terdapat cukup banyak karakter sampingan wanita. Karakter-karakter wanita tersebur dipercayakan kepada beberapa seiyu wanita, di antaranya adalah Aris Juli Setyowati, Lala Sitompul, dan May Hartati.
Aris Juli Setyowati juga merupakan salah satu langganan dalam sejumlah film-film Studio Ghibli di Netflix. Bahkan di beberapa film, seiyu yang memulai karirnya sejak tahun 1998, dan dikenal lewat peran San Chai dalam drama Taiwan Meteor Garden ini rupanya cukup sering menjadi karakter wanita utama di sejumlah film Ghibli, meski dalam Princess Mononoke ia hanya memainkan peran minor. Sementara itu Lala Sitompul adalah seorang seiyu keturunan “darah biru”. Ia adalah putri dari mendiang Oloan Sitompul yang sebelumnya dikenal pionir MC balap Indonesia dan Sri Purwaningsih yang merupakan salah seorang seiyu legendaris generasi sandiwara radio. Saudara-saudaranya pun, yakni mendiang Oscar Adi Nurgaha Sitompul dan Riki Sitompul juga aktif menjadi seiyu. Lala Sitompul sendiri sebelumnya dikenal sebagai Katara dalam Avatar: The Legend of Aang maupun Kurapika dalam Hunter X Hunter. Lalu May Hartati juga adalah salah seorang seiyu senior dengan segudang pengalaman, dan suaranya cukup sering terdengar dalam sejumlah film-film dubbing berbahasa Indonesia di Netflix.
Perlu diingat bahwa kecuali Kamal Nasuti yang berperan sebagai tokoh utama, banyak seiyu-seiyu di atas sebenarnya memerankan lebih dari satu atau dua karakter saja, terutama untuk peran-peran karakter minor. Sebagai informasi, ini bukan kali pertamanya film-film karya Studio Ghibli didubbing ke dalam bahasa Indonesia. Beberapa tahun yang lalu saat Studio Ghibli masih bekerjasama dengan Walt Disney dalam hal distribusi, film-film karya Studio Ghibli juga sempat didubbing ke dalam bahasa Indonesia untuk ditayangkan di Disney Channel. Dan baik versi Disney Channel dahulu dengan versi Netflix sekarang, keduanya hadir dengan jajaran seiyu yang berbeda.
Adapun pihak-pihak lainnya yang turut terlibat dalam proses dubbing Princess Mononoke ke dalam bahasa Indonesia adalah Dhias Trisyawalia sebagai penerjemah, Harry Rakhman Martakusuma sebagai penyelaras akhir, Triasalam Sapta Febriyoka dan Rival Ginanjar sebagai teknisi rekaman, dan Viqie Syahdinar sebagai teknisi mixing.

Princess Mononoke sendiri adalah film garapan Hayao Miyazaki yang dirilis di Jepang pada tahun 1997 lalu. Dalam film ini dikisahkan mengenai petualangan Ashitaka dalam menghilangkan kutukan yang menimpa dirinya. Dalam petualangannya tersebut, ia terlibat dalam konflik antara para dewa dan makhluk penjaga hutan dengan manusia yang banyak mengeksploitasi sumber-sumber hutan. Film ini banyak meraih penghargaan, dan bahkan menjadi salah satu inspirasi dari film Avatar garapan James Cameron. Film ini sebelumnya sempat diputar di beberapa bioskop di Indonesia dalam rangka momen The World of Ghibli Jakarta pada tahun 2017 lalu.
KAORI Newsline