Teguh Santosa adalah salah satu komikus Indonesia yang telah menelurkan ratusan judul komik pada era 1960 hingga 1980-an. Masa tersebut dapat dikatakan sebagai masa keemasan komik Indonesia. Sedangkan memasuki era millenium, serbuan komik asing semakin gencar, yang membuat komik Indonesia seakan terpuruk.
Hal inilah yang membuat Dhany Valiandra, putra kedua Teguh Santosa, menggelar Preview Pameran Seni Komik karya ayahnya di House of Juminten, Jl Kahuripan 18 Kota Malang, Minggu (24/5/2015). Preview ini sekaligus kenduri budaya, dan selamatan penerbitan kembali komik Trilogi Sandhora karya Teguh Santosa di tahun 1969. Sandhora adalah karya Teguh Santosa yang paling popular. Sebuah komik trilogi roman sejarah. Bagian pertama, Sandhora, terbit pada 1969, terinspirasi film Angelique. Episode kedua berjudul Mat Roman (1971), dan episode penutupnya Mencari Mayat Mat Pelor (1974).
“Preview Pameran Seni Komik Teguh Santosa menghadirkan karya-karya komik beliau serta remastered Trilogi Sandhora yang akan diterbitkan kembali,” terang Dhany kepada sebagaimana dilansir dari Tugumalangnews.Com.
Dhany Valiandra, putra kedua Teguh Santosa
Pria 48 tahun yang kini giat sebagai pekerja seni di Jogjakarta ini memaparkan, komik-komik asli ayahnya banyak yang sampulnya sudah rusak dan gambarnya agak pudar. Remastered di sini dalam arti memperbaiki kualitas gambar komik secara manual maupun digital. Menurut dia, lewat sebuah tim yang terdiri dari beberapa orang pilihan, proses remastered ini lebih banyak melalui cara manual. “Istilahnya ditusir, mirip olah foto sebelum era olah digital, ” tambahnya.
Bukan hanya gambar, namun dialognya pun disesuaikan dengan kondisi saat ini, terutama yang menyangkut dengan ejaan. “Sehingga naskah ayah saya banyak yang menggunakan model sastra zaman Sanusi Pane dan kawan-kawannya, sekarang diganti tanpa mengubah inti cerita,” ujar Dhany.
Sebelumnya, remastered ini telah dilakukan pada komik Mahabharata dan Bharatayudha yang telah diterbitkan ulang pada tahun 2009 silam. Sementara untuk komik Sandhora masih dalam proses pengerjaan. Jika sudah rampung, Dhany yang mewakili keluarga besar komikus Teguh Santosa, ingin menggelar Pameran Seni Komik Teguh Santosa, Restrospeksi 1965-2000, sekitar bulan Oktober tahun 2015 ini di Malang.
Ia ingin pameran ini sebagai motivasi bagi generasi muda untuk berkarya di bidang seni, khususnya komik. “Pameran seni komik ini nantinya juga sebagai sarana bertemunya para murid, sahabat dan pembaca komik Teguh Santosa di Malang, sebagai asal muasal ayah kami,” harap Dhany.
Komik Sandhora mengisahkan asmara dan politik antara Sandhora, seorang wanita keturunan Spanyol dan warga pribumi bernama Mat Pelor. Dhany mengungkapkan bahwa nama tokoh Sandhora merupakan bentuk kekaguman ayahnya terhadap penyanyi Titik Sandhora yang memang artis papan atas saat itu. “Bahkan Tititk Sandhora pun sempat membubuhkan tanda tangan pada salah satu komik ayah,” kenang Dhany.
Komik Sandhora, imbuh Dhany, digarap Teguh Santosa dengan alur mirip sebuah story board, karena hampir setiap komik garapan ayahnya selalu diilhami oleh film ataupun lagu soundtrack-nya. Komik ini pun membuat sutradara film nasional Hanung Bramantyo, juga kesengsem membacanya.”Tapi saya belum tahu apakah komik ini nanti akan dibuat film, seperti yang selalu diharapkan ayah,” tandas Dhany.
Teguh Santosa lahir di Malang, 1 Februari 1942. Rumahnya di Jl.Anjasmoro 10 RT 7 RW 2 di Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Bakat seni mengalir dari ayahnya Soemarmo Adji dan ibunya Lasiyem yang juga pemilik group kesenian ketoprak tobong “ Krido Sworo” pada waktu itu.
Bukan hanya berkarya mengangkat kisah-kisah yang terjadi di Tanah Air, komikus yang wafat pada 25 Oktober 2000 silam ini pernah juga mendapat posisi sebagai ink man di Marvel Comics pada pertengahan 1990-an silam.
KAORI Newsline | Photo Courtesy of Tugumalangnews.Com & Tokokomikantik.com