Penjuru Internet adalah segmen mingguan yang diasuh oleh pemred KAORI Nusantara, setiap pekan menyajikan tiga artikel pilihan dari penjuru Internet, baru atau lama, yang akan membuka wawasan pembaca mengenai sisi lain Jepang maupun kebudayaan anime yang tidak terjangkau oleh KAORI maupun media lainnya.
Setelah hiatus agak lama, segmen Penjuru Internet kembali dengan sejumlah artikel dengan topik mendalam. Kali ini, Penjuru Internet mengajak pembaca membaca sejumlah tautan dari internet tentang pers, keberagamaan masyarakat Jepang, dan kedudukan fujoshi dalam masyarakat.
Japan’s Press Clubs as Information Cartels Laurie A. Freeman
Berbeda sekali dengan pers di Indonesia yang sangat bebas, pers di Jepang memiliki struktur yang “baku” dalam diseminasi informasi. Kehadiran kisha kurabu (press club) memungkinkan pemilik kepentingan di Jepang menyampaikan informasi dengan bahasa yang seragam di seluruh media. Saking ekstremnya, bila ada media yang mencoba melakukan “terobosan” dalam pemberitaannya, sang wartawan bisa menjadi bulan-bulanan sesama wartawan dari media lain dan diusir dari press club tersebut. Hal ini pun mempersulit seorang wartawan untuk membongkar skandal, entah karena kedekatan dengan sumber informasi maupun karena risiko terhadap nama baik perusahaan tempatnya bekerja.
Fujoshi: Are They Really Rotten? Ni Nyoman Wira
Esai yang ditulis oleh orang Indonesia ini membahas bagaimana fujoshi (wanita penggemar yaoi, salah satu genre komik Jepang yang kental dengan nuansa homoseksual) di Indonesia beraktivitas dan menghadapi masyarakat. Selain penjelasan lengkap seputar keseharian dua orang fujoshi, menarik untuk dibahas bagaimana meski memiliki hobi yang sama, seseorang bisa memilih untuk tidak aktif di media sosial, tetap mengikuti kehidupan beragama, dan di satu sisi ada pula orang yang memilih untuk menunjukkan jati dirinya secara terbuka.
Japan: The Most Religious Atheist Country Matthew Coslett
Blog ini membahas bagaimana masyarakat Jepang memiliki pandangan tentang agama yang sangat berbeda dari masyarakat di luar Jepang. Atheis bukan kata-kata yang pas untuk merepresentasikan keyakinan mereka. Orang Jepang dapat berdoa kepada yang mereka sembah tanpa harus memiliki atau mengikuti agama tertentu. Dalam banyak hal, berbagai keseharian di masyarakat Jepang justru sangat “religius” dan kental dengan unsur ritual.
KAORI Newsline | oleh Kevin W