Tokugawa, Diplomasi Pascaperang, dan Postmodernisme Madoka

1
madoka-illust
(C) Madoka Partners

Penjuru Internet menghadirkan artikel-artikel yang menarik, layak, dan pantas dibaca dari penjuru internet. Kali ini, ada beberapa artikel mengenai klan Tokugawa, strategi diplomasi Jepang, dan posmodern dalam anime Madoka.

Where are they now? The Japan Times

Nama Tokugawa tidak asing bagi para pembelajar sejarah Jepang, namun ke mana mereka setelah digulingkan pada 1867? Artikel ini menjelaskan apa yang terjadi pada keluarga yang pernah membawa Jepang berada dalam isolasi selama 264 tahun, serta bagaimana posisi mereka dalam masyarakat Jepang saat ini.

Overhauling Japan’s “Postwar Diplomacy” Nippon.com

Penulis artikel berargumen bahwa konsep-konsep pertahanan diri Jepang yang telah diterapkan sejak 1945 tidak lagi relevan dengan keadaan Jepang pada abad ke-21 ini. Penulis memandang bagaimana Jepang menjadi negara hermit, negara yang mengisolasi dirinya sendiri dari pergaulan dunia baik dalam pertahanan, kependudukan, maupun hubungannya dengan negara-negara tetangganya.

Into the Postmodern: Mahou Shoujo 2.0? Behind The Nihon Review

Terlepas dari betapa signifikannya Mahou Shoujo Madoka Magica dalam mengubah (atau mendekonstruksi) konsep mahou shoujo dalam anime, artikel ini mengulas bagaimana konsep posmodern, konsep dekonstruksi ruang dan waktu, dihadirkan secara indah dalam Madoka oleh sang Shinobu. Penerapan konsep diegesis yang dipadukan secara indah dalam Madoka terefleksi dalam dua episode perdana seri ini.

KAORI Newsline | oleh Kevin W

1 KOMENTAR

  1. Ada beberapa hal yang ingin saya komentari mengenai artikel Madoka.

    Pertama, walaupun judul artikelnya mengedepankan konsep “post-modern,” isi artikelnya tidak mengklarifikasi pengertian post-modern seperti apa yang dipahaminya di sini. Kata “post-modern” dapat diartikan berbeda-beda oleh berbagai pihak, terlebih lagi di antara bidang-bidang ilmu yang berbeda. Tapi artikel ini seperti mengasumsikan konsep post-modern itu sudah dipahami dan diterima bersama apa adanya, dan ini bisa menghasilkan persepsi yang mismatch atau kebingungan. Kalau seorang pelajar Hubungan Internasional ujug-ujug bicara soal Realisme tanpa menjelaskan bahwa Realisme memiliki makna tertentu dalam bidang ilmunya, orang yang bidang studinya filsafat sains pasti bingung.

    Bahasan mengenai post-modern juga bisa semakin rumit mengingat konstruksi kata tersebut mengindikasikan sesuatu yang ada setelah yang modern, pengertian “post-modern” juga bergantung pada pengertian “modern”, sehingga konsep “modern” itu mungkin perlu dibahas terlebih dahulu juga (inilah yang dilakukan Thomas Lamarre dalam bukunya sehingga ia bisa menghadirkan posisi unik di mana ia memandang post-modern bukan sebagai suatu break atau mengakhiri yang modern, tapi justru sebagai yang modern dalam kondisi krisis akibat potensi-potensi yang inheren dalam modernitas itu sendiri).

    Kedua, sebenarnya menarik bahwa penulis artikel mengangkat soal keunikan tampilan depth dalam animasi Madoka. Thomas Lamarre telah secara mendalam membahas mengenai structures of depth dalam bukunya “The Anime Machine”, melalui konsep-konsep open compositing yang menghasilkan citra multiplanar dan flat compositing yang menghasilkan citra superplanar. Bahasan Lamarre sebenarnya bisa dipakai untuk memahami tampilan depth dalam animasi Madoka ini, yang kalau kulihat mengandalkan flat compositing di mana depth ditumpuk rata di permukaan, menghasilkan citra superplanar yang nampak flat ketimbang memiliki perspektif Cartesian, namun sarat dengan informasi langsung di permukaannya itu sendiri, seperti bom informasi yang mengacaukan orientasi penonton. Sayangnya kerangka analisis Lamarre itu nampaknya luput dari pengetahuan penulis. Sayang sekali walaupun buku Lamarre sudah terbit sejak 2009, nampaknya awareness terhadap buku tersebut terbatas sehingga artikel yang ditulis tahun 2011 pun tidak mengangkatnya sekalipun topik bahasannya relevan dengan buku tersebut.

    Ketiga, ada bias dalam melihat sejarah anime mahou shoujo di sini, di mana seri yang mengandung unsur action seperti Sailor Moon atau Nanoha dipandang sebagai representasi dari model standar cerita mahou shoujo. Padahal ada variasi konsep dan tema cerita mahou shoujo, dan model-model klasik yang mendahului Sailor Moon sebenarnya lebih seperti Mahoutsukai Sally, Himitsu no Akko-chan, Minky Momo, atau Creamy Mami. Ini juga satu aspek yang sering luput dari wacana kaitan antara Madoka dengan genre mahou shoujo secara umum.

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.