Akhirnya, pada hari Sabtu (26/3), jalur kereta api (KA) kecepatan tinggi (High-Speed Train / HST) Shinkansen Hokkaido resmi dibuka. Kini, masyarakat dari pulau Hokkaido dapat menuju pulau utama Jepang, Honshu, ataupun sebaliknya dengan waktu tempuh yang lebih singkat. Namun, siapa yang menyangka bahwa peresmian pengoperasian Shinkansen Hokkaido di akhir Maret ini merupakan klimaks dari sebuah proyek yang “Epic” dan nyaris tak berujung selama bertahun-tahun. Jalur HST yang menghubungkan pulau Hokkaido dengan Honshu melalui terowongan bawah laut ini memakan waktu pembuatan selama 43 tahun hingga akhirnya rampung!

Dan sekarang, “mimpi dari penduduk Hokkaido” sudah terpenuhi menurut Gubernur Prefektur Hokkaido, Harumi Takahashi. Proyek panjang jalur Shinkansen Hokkaido yang menghubungkan wilayah Aomori dengan Sapporo ini mulai dibuka oleh pemerintah Jepang pada November 1973 silam. Namun, pemerintah membekukan sementara proyek ini pada September 1982 karena macetnya perekonomian negara akibat krisis minyak dan tumpukan hutang yang ditanggung oleh Japanese National Railways (JNR).
Diluar keadaan tersebut, banyak kendala dan peristiwa yang juga menjadi penyebab lambannya proyek ini berjalan. Salah satu kesulitan yang dihadapi adalah pada pembuatan terowongan bawah laut, Seikan yang menyebabkan banyak kematian pekerja dalam proses pembuatannya. Tercatat 34 orang pekerja meninggal dunia selama pekerjaan konstruksi terowongan Seikan, serta banyak juga pekerja lainnya yang telah berpulang sebelum sempat melihat kereta cepat yang canggih berlari di jalur ini.

“Saya ingin memberitahu mantan kolega saya di proyek bahwa Shinkansen Hokkaido telah menjadi kenyataan,” ujar Toshio Kadoya, seorang mantan pekerja konstruksi terowongan Seikan yang kini berusia 81 tahun. Ia sendiri telah merencanakan untuk pergi melihat kedatangan Shinkansen pertama di wilayah Hokkaido dekat mulut terowongan Seikan, kota Shiriuchi pada hari peresmiannya.
Terowongan Seikan yang melintasi bawah selat Tsugaru sendiri dibuka untuk operasional perjalanan KA pada tahun 1988, setelah pekerjaan konstruksi yang menantang hampir seperempat abad lamanya. Pada desain awal, terowongan ini hanya memiliki jalur kereta dengan lebar rel 1067 mm yang umumnya digunakan kereta-kereta di Jepang. Namun akhirnya, jalur KA dalam terowongan ini akhirnya dibuat memiliki dua lebar rel (dual gauge) yakni 1067 mm untuk kereta konvensional dan 1435 mm untuk HST alias Shinkansen.

Selain itu, proyek Shinkansen Hokkaido juga mendapat “lawan” dari wilayah lain di Jepang dalam perebutan dana penyokong proyek. “Saingan terkuat dari proyek Shinkansen Hokkaido ini adalah proyek jalur Shinkansen Hokuriku,” ujar salah satu orang yang terlibat dalam proyek ambisius ini. “Proyek Shinkansen Hokuriku tersebut konon ‘dikawal’ oleh politikus yang berpengaruh di Jepang dan mendapat dukungan dari tiga prefektur yang berada di daerah Hokuriku. Persaingan ini membawa kita kepada beratnya kekuatan politik,” lanjutnya.
Benar saja, jalur Shinkansen Hokuriku yang menghubungkan Tokyo dengan wilayah Hokuriku di pesisir pantai laut Jepang ini dibuka lebih dulu sejak Maret 2015 lalu. Jalur ini merupakan perpanjangan dari jalur Shinkansen Nagano yang telah dioperasikan sebelumnya. Hal ini juga membuat “panas” beberapa masyarakat di regional lain yang juga menginginkan keberadaan layanan kereta cepat ini untuk pergi ke Tokyo.

“Ayo bawa Shinkansen ke Hokkaido!” begitulah cara pekerja proyek Shinkansen Hokkaido saling menyemangati satu sama lainnya menurut Kadoya. Meskipun terowongan Seikan yang merupakan salah satu proyek kunci telah selesai, masih ada lagi hambatan lain pada proyek pembukaan jalur Shinkansen Hokkaido ini.
Titik kritisnya datang pada bulan November tahun 2000 silam. Sebuah proposal dari Hokkaido Railway Company (JR Hokkaido) untuk pembukaan sebagian dari jalur kereta yang hanya sampai kota Hakodate di Hokkaido ini mendapat dukungan dari Gubernur Hokkaido periode sebelumnya, Tatsuya Hori. Dukungan ini sejatinya berkebalikan dengan perkataan Hori pada kesempatan sebelumnya yang menginginkan pembukaan jalur ini dengan skala penuh hingga mencapai kota Sapporo. Perubahan kebijakan ini menuai protes keras dari warga Hokkaido. Namun Gubernur Takahashi yang merupakan penerus dari Hori dari tahun 2003 mendukung kebijakan “dadakan” tersebut dengan tetap melanjutkannya.
Masyarakat Hokkaido percaya bahwa jika keseluruhan jalur tersebut tidak diselesaikan hingga Sapporo, perjalanan kereta akan terhambat. Mendengar hal itu, Takahashi mengelilingi seantero pulau Hokkaido untuk memperoleh dukungan dari masyarakat yang kurang setuju terhadap hal tersebut. Takahashi memberitahu mereka bahwa jalur Shinkansen akan mencapai Sapporo nantinya. Akhirnya pada Desember 2014 lalu, sebuah keputusan formal telah dibuat sebagai jalan tengah, untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi jalur Shinkansen Hokkaido antara stasiun Shin-Aomori dan Shin-Hakodate-Hokuto. Jalur ini tidak akan diperpanjang mencapai Sapporo, setidaknya hingga tahun 2030 mendatang.

HST yang dinantikan masyarakat Hokkaido ini dioperasikan oleh JR Hokkaido sendiri. Kereta Shinkansen Hokkaido akan berlari diantara dua stasiun antar pulau yang terhubung oleh terowongan bawah laut Seikan hanya dalam waktu 61 menit saja. Jalur Shinkansen Tohoku milik East Japan Railway Company (JR East) yang menghubungkan stasiun Tokyo dan Shin-Aomori nantinya akan terkoneksi dengan jalur Hokkaido Shinkansen ini. Dengan kata lain, hal ini menawarkan perjalanan mulus dari stasiun pusat Ibukota Negara menuju stasiun Shin-Hakodate-Hokuto dengan menempuh waktu hanya 4 jam 2 menit dengan kereta cepat yang dimiliki.
Cemplus Newsline by KAORI