Jangan Tuhankan Kesan Pertama (Atau Three Episode Rule)

2
Symphogear: kebal terhadap caci maki dan hujatan internet. (Project Symphogear)

Pada tahun 2014, ada 322 judul anime yang diproduksi di Jepang, meningkat signifikan dari 7 judul pada 1963. Tentunya tidak mungkin menonton seluruhnya terlebih di tengah rutinitas yang padat. Jalan pintasnya, memantau three episode rule atau kesan pertama (sebagaimana yang ditulis KAORI). Tapi sayangnya, three episode rule ini dijadikan barang tunggal penentu fatwa dijatuhkan, drop judul A, ambil judul B. Three Episode Rule seolah dituhankan dan dikultuskan. Kata-kata sang pengulas menjadi fatwa yang kemudian diikuti secara taklid, ditelan mentah-mentah.

Masa Lalu Bukan Jaminan Masa Depan (Atau, Bagaimana?)

Sedikit melenceng keluar dari dunia anime, ada analogi bagus dari brosur-brosur investasi. Dalam brosur tersebut dituliskan sebagai berikut, “performa/kinerja perusahaan yang baik pada masa lalu bukan jaminan maupun janji kinerja pada masa mendatang. Bacalah prospektus secara cermat sebelum berinvestasi.”

Bobduh sendiri pun sudah sampai pada kesimpulan demikian. Menurutnya, tiga episode pertama tidak bisa dijadikan panduan yang benar-benar tepat untuk menentukan eksekusi sebuah tayangan. Bahkan, episode-episode awal bisa benar-benar “menipu” dan ketika jadwal mulai ketat, akan banyak perubahan-perubahan pada proses produksi yang bisa berpengaruh pada kualitas eksekusi setiap episode.

Untuk melihat betapa jauhnya perbedaan kesan dari tiga episode pertama dengan kesan akhir sebuah seri anime, tidak perlu jauh-jauh: ada Boku Dake ga Inai Machi.

Menarik dipikirkan juga bagaimana model three episode rule terasa sulit dipaksakan bagi anime dengan penceritaan episodik, baik Phantom World atau yang lebih sederhana. Seperti Shin Atashinchi atau Sazae-san misalnya.

Tidak Adil Bagi Anime Di Atas 13 Episode (Atau, Anime Apapun)

Dengan semakin langkanya anime-anime yang tayang dengan jumlah lebih dari 13 episode, secara tidak sadar penonton digiring untuk menangkap jalan cerita utama sebuah anime dalam tiga episode pertama.

Bila kembali ke kasus Bokumachi, titik baliknya justru berada dalam episode 10. Shuffle, anime yang tayang pada Juli 2005, paruh pertamanya hanya berisikan pandering (memenuhi hasrat) menampilkan karakter-karakter dalam novel visualnya. Begitu pula dengan Utawarerumono: Itsuwari no Kamen yang baru benar-benar mulai serius setelah paruh keduanya.

Bahkan dalam kasus anime-anime adaptasi novel visual seperti Ao no Kanata no Four Rhythm (atau Air), tiga episode awal tak jarang hanya berisi pengenalan karakter dan “dunia” tempat mereka tinggal. Bagaimana bisa menilai sebuah anime layak ditonton atau tidak hanya berdasarkan sesi perkenalannya?

Mendorong Pengambilan Keputusan yang Gegabah

Suka tidak suka, three episode rule dijadikan sebagai panduan untuk melanjutkan atau tidak menonton sebuah anime oleh sebagian orang. Tidak menjadi masalah bila sang penulis mampu menangkap apa pesan yang hendak disampaikan dalam animasi tersebut, tapi bagaimana jika tidak? Belum lagi bila melihat kualitas ulasan di internet (tidak terlepas dari situs berbahasa Inggris) yang boleh dikatakan memprihatinkan. Padahal bicara mengulas suatu tontonan tidak sesederhana ceritanya jelas atau tidak, pun bukan soalan menghibur atau mendorong penontonnya mikir.

Dalam kasus Musaigen no Phantom World yang begitu hingar-bingar di ranah internet, orang ramai memperdebatkan mengenai fanservice yang kelewat banyak tanpa mampu menangkap apa yang hendak disampaikan sesungguhnya dalam anime tersebut.

Ikuti, Atau Tidak Sama Sekali

Keberadaan three episode rule menjadi dilema. Di satu sisi, tidak mungkin mengharapkan semua orang untuk menonton seluruh anime (apalagi sampai meluangkan waktu khusus untuk mengapresiasinya.) Menonton anime sudah sebagaimana mendengarkan lagu-lagu medioker dari grup-grup idol: dinikmati selagi masih hangat, dikonsumsi sampai nilai gunanya habis, dan tidak akan ditonton lagi untuk kedua kalinya. Tetapi di sisi lain, three episode rule (begitu pula dengan genre dan rekomendasi teman) bisa menjebak seseorang, mengurungnya dalam sangkar selera teman. Terlebih bila pembaca tidak memiliki kemampuan untuk mengkritisi apa yang hendak digiring oleh sang penulis ulasan tersebut.

Sudah banyak contoh-contoh di mana seseorang tidak memiliki pegangan, kemudian membaca sebuah tulisan di internet, lantas menjadikan tulisan tersebut legitimasi mengapa ia membenci judul tersebut dan three episode rule berpotensi memperparah hal ini.

Untuk mengatasi hal ini, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Misalnya, memindahkan cuplikan sebuah seri ke tengah anime tersebut (itu berarti ke episode 6 dari 13 episode, atau episode 12 dari 24 episode.) Model lain yang bisa dicoba adalah membuat artikel yang membantu seseorang memilih tontonannya. Beberapa waktu lalu, hal ini pernah dicoba dalam Phantom World. Namun cara-cara tersebut bukan solusi tunggal: perlu ada perubahan pola berpikir bahwa sebuah tayangan yang layak ditonton tidak melulu diukur dari seberapa menghibur atau seberapa dalamnya narasi yang hendak disajikan. Ini berarti mutlak perlu ada perubahan dari sisi penulis dan diikuti dengan perubahan dari sisi pembaca.

Tetapi bagaimanapun suka-duka di balik three episode rule, pembaca harus diberi pilihan. Kesan Pertama (yang tidak benar-benar saklek tiga episode perdana) tetap dapat dibaca di KAORI. Hanya sekali lagi, jangan ditelan mentah-mentah apalagi dengan vulgar dijadikan alasan untuk menonton atau berhenti mengikuti sebuah anime.

Kevin W

Artikel ini adalah pendapat dari sang penulis dan tidak berarti merefleksikan kebijakan maupun pandangan KAORI Nusantara.

2 KOMENTAR

  1. Saya baru tahu ada 3 episode rule, kalo kesan pertama sih lumrah kalo dalam dunia pernontonan. Kalo saya sih ngedrop anime malah bebas aja, ada yang mulai dari episode 1 (biasanya sih karena art yang kurang cocok) malah kadang – kadang baru ngedrop setelah episode 10 dari 12. Bagi saya sih anime sebagai objek hiburan, bukan untuk dinilai, jadi saya gak pikir neko-neko (macam-macam / ribet).

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.