Mobile gaming sekarang begitu menjamur di masyarakat. Kemajuan teknologi membuat game yang lumrahnya dimainkan di komputer atau konsol sekarang dapat dimainkan pada smartphone. Kekuatan smartphone sekarang yang dapat menyajikan berbagai macam hiburan, termasuk game, menjadikannya salah satu platform permainan yang sangat kencang pertumbuhannya.
Berbagai macam genre hadir di smartphone, mulai dari puzzle game seperti Candy Crush dan Angry Birds; racing game seperti Real Racing, Asphalt, Need For Speed; social game seperti Idolm@ster Cinderella Girls, Granblue Fantasy, Fate/Grand Order; hingga game-game PlayStation2 sekarang dapat dimainkan pada smartphone Android seperti seri Grand Theft Auto. Sebagian besar mobile game dapat diunduh secara gratis oleh pengguna. Sumber pendapatan mobile gaming berasal dari mekanisme yang melibatkan transaksi di dalam game, seperti gacha. Dengan begitulah, perusahaan social gaming seperti DeNA, misalnya, bisa meraup keuntungan sebesar 143,7 miliar Yen pada tahun 2015, yang mana dari total tersebut, 109 miliar Yen berasal dari game rilisannya (data ini berasal dari perangkat lunak Thomson Reuters Datastream Pro dengan data catalog Financials Wordscope).

Ada Apa dengan Gacha?
Gacha (pemendekan dari gashapon) sebenarnya merujuk pada mesin penjual mainan otomatis yang berasal dari Jepang. Mesin-mesin tersebut disebut demikian karena “gacha” merupakan onomatopoeia dari bunyi yang dihasilkan engkol mesin saat diputar untuk mengeluarkan mainannya. Mainan-mainan itu biasanya dibungkus dalam kapsul yang dikeluarkan secara acak. Walau sebenarnya gacha ini ditujukan untuk anak kecil, orang-orang dewasa juga ikut bermain demi mengumpulkan mainan langka.
Mobile gaming sendiri adalah kegiatan memainkan video game di perangkat yang portable. Dalam kasus ini, smartphone adalah salah satu platform yang cukup besar pasarnya. Jepang adalah salah satu pasar mobile gaming terbesar di dunia. Oleh karena itu, tidaklah heran mobile game sangat menjamur di Jepang, khususnya Social Gaming.
Dalam konteks mobile gaming, gacha adalah kegiatan untuk mendapatkan karakter atau item secara acak. Pemain perlu mengorbankan sejumlah in-game resource untuk melakukan gacha. Tingkat kelangkaan item atau karakter ini juga bervariatif. Biasanya resource yang dikorbankan juga bervariatif dan tentunya menghasilkan tingkat kesuksesan yang berbeda.
Baca Juga: Anime Menyerang Indonesia

Sebagai contoh game yang memakai sistem gacha adalah Idolm@ster Cinderella Girls: Starlight Stage. Game Rhythm satu ini memiliki 2 macam gacha (yang disebut sebagai audition). Yang pertama adalah Local Audition, di mana pemain menukarkan in-game resource yang berbentuk hati untuk mendapatkan idol dengan tingkat kelangkaan Normal hingga S Rare (SR). Lalu ada gacha yang bernama Platinum Audition, di mana pemain menukarkan resource bernama “Star Jewel” untuk mendapatkan idol dengan tingkat kelangkaan Rare – SS Rare (SSR). Perlu diketahui bahwa tingkat kesuksesan untuk mendapatkan Idol SR adalah 10% sedangkan SSR adalah 1,5%.
Membayar = Cheating?
Mengapa sebuah SSR sangat diidam-idamkan adalah karena status dan ability yang ditawarkan lebih baik daripada tingkat kelangkaan dibawahnya. Dibawah ini adalah idol dari Starlight Stage, Miku Maekawa dengan tingkat kelangkaan yang berbeda.


Walaupun kedua kartu ini adalah Miku Maekawa, salah satu kartunya adalah tingkat SSR dan satu lagi adalah Tingkat SR. kedua kartu sebenarnya ini memiliki skill yang berbeda, namun akumulasi 3 stat Starlight stage, Vocal, Visual dan Dance, masing-masing adalah 15302 dan 12829. Mereka memiliki selisih 2.473 total poin. Selisih poin ini akan lebih besar lagi bila dibandingkan dengan tingkat Rare atau Normal.
Dengan tingkat kesuksesan yang sangat kecil serta stat yang ditawarkan lebih baik daripada golongan dibawahnya, tentu saja SSR menjadi idaman pemain. Karena tingkat kesuksesan untuk mendapatkan item / karakter SSR dalam game tergolong kecil sekali, biasanya penyedia jasa game menyediakan fitur untuk menukar uang asli menjadi in-game resource. In-game resource sebenarnya tetap bisa didapatkan tanpa membayar dengan uang selama memainkan game-nya. Namun sebagian pemain memilih menggunakan jasa pembayaran demi memperoleh in-game resource yang banyak sesegera mungkin sehingga bisa melakukan gacha banyak-banyak dengan harapan bisa segera mendapatkan karakter / item yang diinginkannya.
300万おろした。蘭子迎えに行きます。 pic.twitter.com/HJWbg7BGER
— バルコ (@ajtw55) June 1, 2016
Penyedia game sering juga mengadakan event “limited time gacha”, yaitu event yang menyajikan SSR seri terbatas yang hanya bisa didapatkan dalam jangka waktu tertentu. Biasanya ada saja pemain yang rela menghabiskan sejumlah besar uang demi mendapatkannya. Contohnya pada maret silam, seorang pemain Granblue Fantasy menghabiskan 700 ribu Yen demi mendapatkan karakter terbatas Andira di game tersebut. Sementara tautan twitter di atas menunjukkan seorang Producer (istilah pemain di game IdolM@ster) yang akan mengeluarkan tiga juta Yen untuk mendapatkan sebuah Limited SSR dari Ranko Kanzaki. Kedua kasus diatas menunjukkan betapa mengerikan (dan sedapnya) virtual gacha di jepang.
Ada pemain yang murni memainkan game-nya tanpa membayar uang sepeser pun untuk mendapatkan in-game resource dengan hanya memainkan game-nya. Tapi dengan ditawarkannya fitur untuk menukarkan uang dengan in-game resource, pastinya ada juga yang rela menukarkan rupiah demi in-game gold. Namun dengan fitur yang membuat pemain dapat memperoleh in-game resource dengan cara membelinya dengan uang, apakah menjadi jaminan bahwa SSR semakin dekat? Ternyata belum tentu juga. Salah satu post di /r/Games menjelaskan bahwa peluang untuk mendapatkan unit langka yang diinginkan ternyata JAUH LEBIH KECIL daripada yang tertera pada keterangan di game-nya. Belum lagi ada kemungkinan jika pun mendapatkan SSR, yang didapat itu bukanlah SSR yang diinginkan (bagi yang spesifik mencari SSR dengan karakter tertentu).
Jadi, pada sebuah tarikan gacha dengan harapan mendapatkan sebuah SSR, ada 3 macam kemungkinan:
- Tidak dapat SSR
- Dapat SSR yang tidak diharapkan
- Dapat SSR yang diharapkan
Jadi hanya bila pemain diberkahi oleh RNGesus (dan Tuhan Yang Maha Kuasa) maka pemain bisa mendapatkan SSR yang diharapkan. Kalau tidak, apakah sepadan mengeluarkan rupiah demi gold?
Harta, Tahta, dan Gacha

Selain status dan ability yang ditawarkan oleh sebuah SSR, ternyata ada suatu faktor lain kenapa pemain berlomba-lomba agar bisa mendapatkannya, yaitu gengsi.
Dengan mudahnya akses pada media sosial, setelah menarik gacha, para pemain biasanya akan memasang hasil tarikannya di media sosial. Dengan caption seperti “aduh ternyata luck saya jelek” atau “tangan adik saya mujarab” para pemain memamerkan hasil tarikannya. Penilaian baik atau tidaknya hasil tarikan diserahkan ke pengunjung media sosial pemain yang bersangkutan.
Yang menarik dari hal ini adalah tanggapan pembaca terhadap postingan tersebut. Tergantung dari lingkar pertemanannya, bagian komentar pemain tersebut bisa menjadi ajang saltfest. Pengunjung laman mulai berinteraksi dari sekedar komen pendek, menunjukkan gacha terbarunya atau melakukan shitpost yang merujuk bahwa game tersebut adalah sampah.

Ternyata tidak harus memiliki SSR untuk menaburkan garam perselisihan. Karakter tertentu saja bisa menjadi bahan untuk memulai ajang saltfest*. Ada satu kasus di mana teman saya merasa gundah karena tidak memiliki sebuah kartu spesifik dan dia mengatakan bahwa tidak perlu SR atau SSR, R saja cukup baginya. Lalu tiba-tiba salah satu temannya mengeluarkan gambar yang cukup membuat teman saya salty setengah mati.
*istilah salty dan padanannya seperti garam dipergunakan oleh remaja masa kini untuk mendeskripsikan rasa sakit. Dalam konteks artikel ini, ada kesan eksploitasi rasa iri dan kesal yang dilakukan oleh pemilik kartu terhadap mereka yang tidak memiliki kartu.
To Roll or Not to Roll?
Jadi, melihat probabilitas dan kondisi media sosial yang menunjukkan bagaimana sebuah SSR bisa mengubah jalannya permainan, apakah kondisi-kondisi di atas mengurangi keseruan dalam memainkan gamenya? Saya akan menjawabnya: tidak demikian.
Sangat jelas bahwa memiliki sebuah SSR bisa mengubah jalur permainan ke arah yang kita mau. Namun dengan statistik yang membuktikan bahwa kita hanya bisa bergantung pada keberuntungan, pemain harus bisa menerima hal tersebut dan berharap di gacha berikutnya bisa mendapatkan sebuah SSR. Lalu dalih-dalih gacha yang sulit membuat game-nya menjadi jelek adalah sebuah opini yang tak berdasar. Apakah Starlight Stage menjadi jelek karena gacha yang sulit diraih? Ada faktor lain yang membuat game-nya masih bisa dinikmati, seperti variasi lagu, gimmick dan stepchart lagu-lagunya. Apakah Granblue menjadi sampah karena gacha-nya? Soundtrack lagu, sistem uncap level serta cerita yang menarik masih bisa membuat game-nya dapat dinikmati.

Contoh terbaik game yang mengimplementasikan gacha tanpa menggangu unsur permainan adalah Trading Card Game garapan Cygames: Shadowverse. Saya tidak akan terlalu dalam membahasnya, tetapi di game ini pemain masih bisa kalah walaupun memiliki kartu Legendary di deck-nya. Kartu di atas, Enstatued Seraph, memiliki efek yang secara harfiah “Anda memenangkan gamenya”. Ternyata tak semudah itu. Tidak bisa semena-mena dengan kartu legendary = win. Strategi dan taktik sangat dibutuhkan untuk memenangkan sebuah game di Shadowverse. Lalu, pemain bisa membuat kartu Legendary sendiri tanpa melalui gacha. Belum lagi mode permainan TakeTwo yang memperbolehkan pemain menyimpan kartu dari mode tersebut.
Bagaimana dengan uang? Apakah wajib mengeluarkan uang? Saya serahkan kembali ke masing-masing pemain. Play it Responsibly.
“Gacha itu berdasar kebutuhan, bukan berdasar nafsu”.
Artikel ini adalah pendapat pribadi dari sang penulis dan tidak berarti merefleksikan kebijakan maupun pandangan KAORI Nusantara.
gacha harus pke timing, ada jeda beberapa detik / menit untuk keluar yg SSR / UR
kecuali sch**l gi**s str**es perlu waktu berjam” nunggu dapet EXR