Setelah Tujuh Kali, Comic Frontier Terasa Bertaji

0
Panitia Comifuro 7 melakukan proses boarding bagi calon pengunjung (Kevin W)

Pada siang hari di bulan Juli 2012, Sudwi membawakan doujin fotokopian seharga 2 ribu rupiah. Ada sekitar tiga puluh lima stand (KAORI salah satunya) yang dibuka di acara doujin pertama di Indonesia itu. Salah satu yang paling saya ingat adalah komik dari circle Mazjojo yang masih saya simpan sampai sekarang sebagai kenang-kenangan Comic Frontier (Comifuro) perdana itu.

Sudwi sang penjual doujin fotokopian itu sekarang boleh berbangga. Comifuro 7 yang diselenggarakan 30-31 Juli lalu sukses besar. Panitia kehabisan tiket, pengunjung tetap antri membludak membanjiri Smesco UKM. Diikuti lebih dari dua ratus lima puluh peserta dengan beberapa komunitas, Sudwi selaku ketua panitia Comifuro boleh mengklaim dirinya sebagai acara fandom terbesar se-Indonesia.

Suasana antrian di pagi hari sekilas mengingatkan akan antrian Comiket yang terkenal itu. Ketika saya meliput Comiket ke Jepang, saya tidak berhadapan dengan antri minyak tanah ala acara jejepangan di JIExpo. Ini antrian event yang jelas-jelas dituliskan, “sekali masuk, tidak bisa keluar lagi.” Teriknya lapangan parkir Smesco pun boleh dikata sudah terasa sama dengan teriknya Tokyo bulan Agustus.

Pukul sembilan pagi, antrian dibuka. Karena Comifuro memungut tiket masuk (masuk Comiket tidak perlu bayar), kita tidak bisa melihat serbuan manusia yang berlari kencang untuk mengantri di circle kesukaannya. Tetapi ada pemandangan-pemandangan mini ala Comiket yang saya lihat. Ada sejumlah circle yang barangnya habis jelang adzan dzuhur, kalau tidak salah yang menjual komik Kashima. Begitu pula terlihat sejumlah orang yang keluar dari venue untuk pulang karena telah membeli barang yang ia inginkan. Melihat derap langkah mereka yang keluar dari venue membawa belanjaannya, sepertinya hanya kurang toko Mandarake atau Melon di Mangga Dua yang siap menampung dan menjual kembali hasil “jarahan” mereka. Apalagi Smesco bisa langsung diakses dengan Transjakarta jurusan Pinang Ranti – Kota.

Semakin beragam, semakin meriah (Kevin W)
Semakin beragam, semakin meriah (Kevin W)

Tetapi persamaannya dengan Comiket berhenti sampai di sini. Ada panggung hiburan mini dan – yang menariknya – ada semacam diskusi panel, satu sesi, di panggung tersebut. Bisa saja inilah diskusi panel pertama yang mendahului acara Road to KAORI Expo minggu lalu. Selain itu, kontras dengan Comiket, pengunjung di Comifuro sangat sosial dan akrab. Dengan mudah seseorang bisa datang ke banyak booth yang buka dan bersalam-salaman atau bersilaturahmi di sana. Booth VSUV yang ditegur panitia, meski kelihatannya berisik, tetapi menurut saya menjadi hal yang patut disyukuri, mengingatkan kembali bahwa kita masih tinggal di Indonesia. Mengingatkan suasana hangat bercengkrama kalau-kalau bukan berkronis ria.

Sejumlah poin minus masih bisa dilihat. Kurangnya sukarelawan (atau kualitas sukarelawan) menjadi masalah. Problem check in dan boarding sudah bisa diprediksi sejak awal dan bisa ditangani kalau-kalau bukan karena “kepala batu” salah satu panitia. Selain dari hal-hal tersebut, rasa-rasanya pelayanan Comifuro semakin meningkat. Di sisi lain, pengunjung memang sebaiknya perlahan-lahan dibawa untuk menyadari bahwa acara doujin market seperti Comifuro selayaknya didatangi memang untuk kepentingan berbelanja, alih-alih untuk bersenang-senang seperti Popcon atau Gelar Jepang (sudah beda tier sepertinya).

Membangun kualitas barang yang dijual pun menjadi pekerjaan bersama. Sebagian besar konten yang disajikan masih berupa barang parodi dari produk Jepang. Memang ada produk lokal dan ada laporan dari komikus lokal yang mengatakan bahwa parodi komiknya laris manis di Comifuro. Tetapi, tentunya kita masih berharap bila komikus-komikus besar yang punya nama di Indonesia mau untuk ikut menggambar doujinshi mereka dengan twist lokal (bayangkan Kashima petugas Transjakarta?), atau bahkan ada doujinshi dari si Coro. Singkat kata, mudah-mudahan tidak hanya merchandise saja yang bisa disajikan.

Masa depan Comifuro masih sangat cerah. Mudah-mudahan panitia Comifuro bisa melakukan studi banding langsung ke Comiket Jepang. Tidak hanya jajan beli doujin, namun juga bisa melihat bagaimana acara tersebut diselenggarakan dengan tertib dan terstruktur dengan lebih dari dua ratus ribu pengunjung per hari. Syukur-syukur membentuk aliansi atau jaringan berskala global. What a delight!

Kevin W
(Masih) Direktur Utama
KAORI Nusantara

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses