Dari Lajnah Daimah Hingga Darul Ifta

Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya manusia yang paling berat siksanya pada hari kiamat adalah para penggambar (perupa).” Hadits Riwayat Bukhari (5950) dan Malik (2109)
Hadits di atas merupakan dasar yang paling populer mengenai hukum larangan tashwir. Dari sini, tentunya kita tahu bahwa akan banyak sekali hal yang tidak bisa kita lakukan jika ingin mematuhi dalil ini. Namun, hadits itu tidak hanya satu: ada beberapa kasus di mana Nabi Muhammad juga memperbolehkan tashwir (seperti mainan boneka milik ‘Aisyah). Selain itu, hadits-hadits tersebut juga dipahami dengan cara yang berbeda-beda oleh setiap ulama, sehingga kemudian muncul hukum-hukum dimana tashwir diperbolehkan.
Bangdzia tidak kemudian menelaah dalil-dalil tersebut untuk kemudian membuat pendapat baru. Justru sebaliknya, ia memaparkan hasil temuannya mengenai berbagai pendapat ulama mengenai hukum tashwir, karena memang merekalah yang memiliki kapasitas untuk menafsirkan hal tersebut. Ada beberapa ulama yang melarang tashwir secara total seperti Nashiruddin al-Albani. Ada juga yang memperbolehkan foto dan video seperti Shalih Utsaimin. Ada juga yang membagi-bagi hukum tashwir agar dapat dipisahkan mana yang boleh dan mana yang tidak, seperti Yusuf Qardhawi dan Ahmad Hassan.
Dari segi lembaga fatwa, ada Lajnah Daimah milik Arab Saudi yang nyaris melarang semua jenis tashwir, sementara kebalikannya pada Darul Ifta milik Mesir yang hampir membolehkan semua jenis tashwir. Di Indonesia, beberapa organisasi massa juga pernah mengeluarkan fatwa yang berkaitan dengan tashwir. Majelis Tarjih Muhammadiyah pernah melarang memajang foto pendiri Muhammadiyah, yang mana kemudian hari fatwa tersebut direvisi. Hal yang mirip juga pernah terjadi pada Nahdhatul Ulama yang pernah mengeluarkan fatwa tentang memajang foto para ulama yang kemudian dihukumi mubah.
Pembahasan mengenai tashwir juga bercabang ke arah pembuatannya. Ada beberapa pendapat yang membolehkan tashwir dengan syarat bahwa gambar yang menyerupai makhluk bernyawa tersebut dibuat dengan bentuk yang sekiranya mustahil ada di dunia nyata. Itulah sebabnya terkadang kita menemui beberapa buku bergambar terbitan negara-negara Arab yang gambar hewan atau manusianya terpotong di leher, atau mukanya tidak diperlihatkan, atau dibuat tidak mirip dengan makhluk hidup aslinya. Ini juga termasuk upaya-upaya dalam menggunakan gambar makhluk hidup agar tidak bertentangan dengan hukum tashwir.
Kembali Kepada Niat

Sebagaimana di Bulan Ramadhan, kita temukan masjid yang salat tarawih dengan jumlah raka’at yang berbeda. Ada yang 11 raka’at, dan ada yang 23 raka’at. Namun kemudian, kita juga harus memilih untuk salat di salah satu masjid. Pertanyaannya adalah, apakah jika kita memilih untuk salat 11 raka’at lalu kemudian menyalahkan mereka yang salat 23 raka’at? Tentu tidak, karena ada faktor yang membuat kita tidak dapat menyalahkan pendapat mereka: setiap pendapat juga memiliki landasan.
Sama halnya dengan hukum tashwir, kita dapat mengambil salah satu di antara pendapat-pendapat yang ada: entah itu mengharamkan keseluruhan, mengharamkan sebagian, atau memperbolehkan. Namun perlu diingat bahwa pendapat yang kita ambil harus berasal dari sumber yang jelas, dikeluarkan oleh lembaga atau ulama yang memang memiliki kapasitas di bidangnya. Kita tentu tidak boleh untuk membuat-buat pendapat sendiri selama ilmu mengenai hal tersebut belum kita miliki. Pola pikir seperti ini yang menurut saya ingin Bangdzia munculkan kepada para pembaca: memilih satu pendapat dan tidak menyalahkan/memaksakan pendapat kita ke orang lain, untuk menciptakan lingkungan diskusi yang sehat dan terbuka.
Selain itu, kita juga harus memperhatikan niat kita sebelum melakukan suatu pekerjaan. Coba munculkan pertanyaan “untuk apa” atas sesuatu yang hendak kita lakukan. Entah pada akhirnya kita temukan jawaban “untuk menggapai ridha Allah” atau “hanya untuk sekedar bersenang-senang saja” atau bahkan tujuan-tujuan lain, maka itulah yang akan kita dapatkan. Di dalam Islam, niat memegang peranan penting atas setiap perkara yang kita kerjakan, maka hal ini harus kita pegang baik-baik.
Seperti kata Bangdzia di akhir buku ini, “Pada akhirnya, apa pun pilihanmu, bertanggungjawablah atas pilihan itu. Dunia dan Akhirat.”
KAORI Newsline | Oleh M Razif Dwi Kurniawan
Baru tau jg ane soal ini, sip dah
Lanjut terus gan, klo bisa tambah lg review animenya yg rekomendid plus nilai hikmah / ibrohnya buat kita gan
Y meskipun risiki rentan memuat spoiler hehe
makasiih