Cerpen: Broken Fall karya Shisa
(gambar: deviantart.com)
Jari-jari lentik mulai mengukir udara. Kaki-kaki bergerak sesuai irama, menapaki tanah tak rata. Berputar, menghias langit. Kedua sayap di punggung merekah, membiarkan warna putihnya mengalahkan terang matahari. Terbang, tinggi, ke atas langit… Meleburkan diri dengan cahaya. Kesenangan tak tertara menghinggapi wajah cantik itu. Sang manusia, menjadi malaikat, kini terbang di atas langit, mengalahkan segala tentangan dan melepaskan diri dari yang kotor. Ia terbang, semakin atas, ke atas, hingga….
Satu persatu bulu-bulu dari sayap itu melepaskan diri… Hilang di dekapan awan… Sang malaikat kembali jadi manusia, kini terjatuh.
Jatuh…
Membungkus diri pada relikui kegelapan tanpa akhir…
+++
Teriakan para penonton menggema di gedung megah itu. Sang penari utama terjatuh di tengah pertunjukkan yang sedang berlangsung. Tali yang seharusnya mengangkat tubuh ramping itu terputus. Tubuh itu kini tergolek di tengah panggung, layaknya boneka rusak yang dibuang pemiliknya. Kedua kaki indah nan panjang itu kini tertekuk pada tempat yang tak seharusnya. Sekujur tubuh itu kini lebam-lebam dan berdarah.
Tim medis yang bertugas kini berlarian untuk segera menyelamatkan jiwa malang. Tubuh yang kini terkurung dalam hidup dan mati di baringkan pada satu ranjang putih bertutup kain. Raungan suara mobil ambulans pun mulai nyaring terdengar. Gadis itu dilarikan ke rumah sakit, dan hingga kini, tak ada satupun yang tahu kabarnya.
Sang manusia menjadi malaikat, dapatkah kau menyelamatkan dirimu?
+++
Tempat ini gelap… berkontroversi dengan lingkupan cahaya. Aku terbang ke langit, memandang rendah dunia. Sayap di punggungku membawaku ke atas. Aku tahu, itu hanyalah dua utas tali yang mengangkatku naik. Namun, tidak urung bahwa aku benar-benar menganggap diriku terbang. Perasaan bebas itu, hanya akan kurasakan hari itu. Apakah aku terlalu sombong, sehingga surga akhirnya membuang diriku kembali? Ya… kurasa begitu. Tidak ada manusia yang boleh menganggap dirinya suci bersih tak berdosa.
Ku dekap kedua kakiku ke dada. Menangis sendiri. Di manakah tempat ini? Tak ada suara, tak ada cahaya… Rasanya seperti dikengkang dalam penjara paling menakutkan di dunia. Ingin rasanya aku menghilang dari tempat ini. Menuju cahaya terang benderang yang menenangkan…
Kupandangi tempat itu, dan kusadari tak ada satupun yang berubah. Diri ini masih terkurung dalam kegelapan itu. Dalam sebuah kurungan abadi. Ingin rasanya berteriak, menjerit, menangis keras, dan meronta… Namun, namun… diri ini tak mampu. Sekujur tubuh serasa tak bertenaga. Hanya sanggup menyendiri dan mulai terisak. Tak adakah yang dapat membantu ku keluar dari sini?
BAWALAH DIRIKU INI KELUAR!!
Dan, tak ada satupun yang dapat mendengar…
“Apapun! Jangan sampai kita kehilangan seorang penari berbakat!”
Apakah diri ini tak berharga? Apakah kecintaan ini, candu pada kebebasan ini hanyalah ilusi belaka? Benarkah seperti itu? Impi ku hanya satu, untuk bebas. Merasakan kebebasan sesungguhnya. Terlepas dari segala kesenangan, kesedihan, segala perasaan. Apapun akan kukorbankan demi hal itu! Itulah canduku, impianku… tak ada yang lebih penting darinya. Akan kulepas semua yang fana… Namun, siapakah yang akan mendengar jeritku ini?
“Baiklah… catat waktu kematiannya. Hubungi pihak keluarganya segera…”
KELUARKAN! KELUARKAN AKU DARI SINI!
Oh, siapapun… aku tak sanggup disiksa dalam kurungan ini. Tubuhku serasa lemas tak bertenaga. Tak dapat berlari. Tak dapat menari. Aku tak dapat melakukan apapun untuk membebaskan diri… Tolong, tolong aku… Siapapun. Akan kuberikan apapun… kumohon!
“Tak… tak… mungkin! TAK MUNGKIN!”
“Ia menari dengan indahnya barusan!”
“Sudahlah… biarkan ia bebas… menari di atas sana…”
“Biarkan ia bebas…”
Bebas…
Biarkan ia bebas…
Suara itu entah yang dari mana datangnya. Kata itu, teringiang dikepalaku. Memenuhi kegelapan sekitarku. Kata itu…
Aku bebas? Kata itu… satu-satunya yang menjadi impianku, kini ada digenggam tanganku? Aku bebas? Dalam kegelapan ini? Aku… bebas…
Bebas…
Bebas…
Tubuhku serasa ditarik ke belakang. Tertarik keluar dari kegelapan itu. Aku bebas. Hal itulah yang terpenting. Aku bebas! Aku bebas! BEBAS! Kau dengar aku? Aku bebas! Rasanya ingin tertawa keras-keras… Menari sepuasnya… Aku bebas.
Kubuka kelopak mataku, menyambut cahaya terang menderang. Aku sadar, hal itu hanyalah lampu rumah sakit. Namun, apa peduliku? Aku bebas bukan? Ya… Dalam cahaya itu, aku berbisik senang. Tak peduli sesakit apa tubuhku untuk bergerak. Sesusah apa diriku untuk berbisik. Hanya inilah yang kuingini, dan kini kudapatkan…
“Aku… bebas,”
Sang manusia menjadi malaikat, kau diselamatkan. Melepas rantai yang mengkengkangmu. Melepas jerat duri tajam yang memotong sayapmu. Ada yang melepaskannya untukmu. Kau bebas terbang… genggamlah perasaan itu. Sang manusia menjadi malaikat, kau… bebas.
*cerita ini hanya fiktif belaka, bukan pengalaman pribadi penulis, dan kesamaan nama, tempat, maupun cerita semata kebetulan belaka. Tautan cerita : Broken Fall
Sugoi desu~~~ ^w^