Hai Kaoreaders! Selamat datang di rubrik Locomotive Sunday! Dalam rubrik ini, KAORI akan membahas secara mendalam berbagai unit lokomotif dengan berbagai fakta menarik yang mungkin mengena di hatimu di setiap edisinya. Simak juga KRL Wednesday yang fokus membahas rangkaian KRL!

Edisi kali ini hadir berbeda dari edisi-edisi sebelumnya. Sambil menemani anda bersantai bersama keluarga di hari Minggu ini, dalam edisi kali ini kami membahas secara khusus tentang seri lokomotif diesel elektrik pertama di Indonesia yaitu CC200. Yuk disimak!

Sekilas Pandang

CC200 adalah tipe lokomotif diesel elektrik pertama di Indonesia. Lokomotif dengan kode pabrikan GE UM-106T ini didatangkan oleh Djawatan Kereta Api (DKA) sebanyak 27 unit pada tahun 1953 sebagai bagian dari modernisasi sarana perkeretaapian selepas kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Selain CC200, DKA sebenarnya memiliki rencana untuk mengganti sejumlah lokomotif uap kecil yang beroperasi di jalur cabang dengan lokomotif diesel hidrolik ukuran sedang/kecil dan railbus, sayangnya rencana ini tidak terlaksana sepenuhnya.

Lokomotif ini dibuat oleh pabrik manufaktur sarana perkeretaapian Amerika Serikat yakni General Electric – American Locomotive Company (GE-ALCO). Dapur pacu CC200 sendiri ditenagai oleh mesin ALCO 12-244E 12 silinder dengan keluaran daya 1600 tenaga kuda (Horse Power/HP) dan kecepatan maksimum 100 km/jam. Si Jengki, julukan dari CC200, termasuk lokomotif yang paling modern di era 1950an, di mana pada saat itu dieselisasi di Amerika Serikat tengah berjalan secara ekstensif. DKA membeli lokomotif tersebut dari GE-ALCO seharga US$ 224.128 per unitnya. Dengan jumlah gandar sebanyak 8 gandar, si Jengki menjadi lokomotif dengan jumlah gandar terbanyak pada saat itu dengan rincian 6 gandar penggerak dan 2 gandar idle dengan susunan 3-2-3. Bogie idle yang terdapat pada tengah-tengah susunan gandar berguna agar tekanan gandarnya tidak terlalu berat sehingga dapat ditolerir oleh lintas utama pada saat itu.

Spesifikasi teknis CC200
Spesifikasi teknis CC200 | Sumber: KAI

Kisah Hidup Si Jengki

Pada masa-masa awal pengoperasiannya, sejarah mencatat bahwa bukan nomor urut satu yang mengawali dinasan lokomotif pertama di Indonesia ini, namun CC200 dengan nomor tiga menjadi yang pertama kali beroperasi di Indonesia. Hampir serupa dengan kisah CC300 yang mana CC300 12 02 menjadi yang pertama kali diuji coba di lintas.

Baca Juga: Locomotive Sunday: CC300, Sang Lokomotif Karya Anak Bangsa!

Lokomotif tipe ini seringkali digunakan untuk menarik Kereta Api (KA) penumpang cepat dan angkutan barang cepat di era 1950an-awal hingga 1960an. CC200 menjadi lok diesel pertama yang masuk Bandung, tepatnya pada tanggal 9 Oktober 1953. Presiden RI pertama, Soekarno juga sempat menjajal akselerasi lokomotif anyar pada masanya ini dari Bogor menuju Jakarta. Lokomotif ini juga sempat digunakan untuk menarik rangkaian KA yang diperuntukkan untuk Rombongan Delegasi Konferensi Asia Afrika dari Jakarta menuju Bandung pada tahun 1955.

CC200-10 di Trowek, dalam upacara pembukaan kembali jalur yang sempat longsor. | Koleksi Bpk. Eddy Mardijanto

Banyak yang mengira bahwa performa lokomotif diesel elektrik yang satu ini sangat bagus, namun hal tersebut ternyata berbanding terbalik 180 derajat. Pada kenyataannya, lokomotif ini seringkali dihantui oleh beberapa masalah teknis seperti bearing roda yang cepat panas jika melaju diatas 75 km/jam dan juga sering kali slip di lintas menanjak. Kebangkrutan pabrik ALCO ditambah kesulitan keuangan yang dialami Perusahaan Nasional Kereta Api (PNKA) membuat nasib si Jengki semakin suram. Conrod bearing atau bantalan yang terdapat di stang piston dari lokomotif ini terpaksa harus dibuat sendiri oleh Balai Yasa (BY) Pengok Yogyakarta (YK), dengan material yang dapat dikatakan kurang berkualitas. Akibatnya, jumlah notch throttle dikurangi agar conrod bearing-nya tidak jebol. Pada akhir era 1960an, si Jengki akhirnya mulai ‘turun jabatan’ dan mulai difokuskan untuk berdinas menarik rangkain KA angkutan barang karena kecepatan maksimalnya berkurang seiring berkurangnya jumlah notch throttle. Walau banyak kekurangan tersebut, si Jengki masih dapat menarik 30 gerbong GW bermuatan pupuk dengan tonase sekitar 540 ton.

CC200-09 dengan sebuah KA Barang di Purwakarta, 1974. | Foto : Franc Mitchell

Lokomotif ini digunakan untuk menarik KA Barang Terusan (TRS) di koridor Jakarta Gudang – Semarang Gudang. Lokomotif ini pernah ditempatkan di dipo Bukitduri, sebelum akhirnya dipindah ke dipo Cirebon pada era 1970an. Meski dipindah ke Cirebon, si Jengki tetap digunakan untuk menghela TRS, meski ditambah dengan beberapa tugas lain seperti langsiran Cirebon/Prujakan, menarik KA Tambora, KA Lokal relasi Cirebon – Prupuk, dan juga KA Angkutan Tebu relasi Pasirbungur – Babakan. Tidak hanya itu, si Jengki juga sempat digunakan untuk menarik rangkaian KA pengangkut material pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tuntang. Di era 1980an, sempat muncul rencana repowering lokomotif ini. Namun, rencana ini kandas karena dananya digunakan untuk membeli lokomotif seri baru yaitu BB203.

Berlanjut ke halaman berikutnya: Peristiwa Luar Biasa Hebat (PLH)

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses