Ulasan Novel Visual Collar X Malice: Ketika Keadilan Kembali Dipertanyakan

0

Melihat banyaknya populasi laki-laki tampan di dalam gim otome Collar X Malice, banyak kaum Adam yang langsung banting setir ke gim lain. Benarkah ini hanya gim untuk kaum Hawa saja? Mari kita lihat bersama.

Collar x Malice adalah novel visual otome bergenre mystery/detective yang dirilis di handheld PlayStation Vita oleh Idea Factory. Gim ini dirilis pada 18 Agustus 2016 di Jepang dan 28 Juli 2017 untuk versi inggrisnya oleh Aksys Games. Sebuah Fandisc berjudul “Collar x Malice -unlimited-” dirilis 26 Juli 2018, tetapi sampai saat ini belum diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. Sebuah Stage Play berjudul “Collar x Malice -Okazaki Kei-hen-” juga akan diputar di Tokyo’s Theater Sun Mall dari tanggal 2- 12 Mei 2019, dan di  Osaka’s Matsushita IMP Hall dari 17- 19 Mei 2019.

Artwork gim ini digarap oleh Hanamura Mai (花邑まい) yang dulu ikut membantu dalam pembuatan salah satu gim otome terkenal, Amnesia dan juga yang akan segera rilis, MusiClavies. Komposer musik untuk Collar x Malice adalah Manyo (万葉) yang juga pernah menjadi komposer di berbagai novel visual terkenal seperti Rewrite dan Steins Gate 0.

Adonis dan Insiden X-Day

Cerita Collar X Malice mengambil latar tempat di Shinjuku, Tokyo dimana kemunculan sebuah organisasi bernama Adonis menggemparkan seluruh Jepang. Terhitung sejak kemunculan mereka tanggal 1 April, Adonis mengadili (membunuh) orang-orang yang melakukan kejahatan tetapi tidak pernah tersentuh hukum. Kelompok tersebut bertindak sebagai penegak keadilan dan menganggap bahwa pihak penegak hukum tidak becus dalam melindungi masyarakat awam yang telah menjadi korban kejahatan oknum-oknum tidak bertanggungjawab. Adonis menantang pihak penegak hukum dengan menimbulkan insiden berdarah setiap bulannya yang disebut sebagai “X-Day Incident”. Setiap kali mereka menciptakan insiden, mereka akan meninggalkan sebuah koin bergambar kucing dan sebuah angka romawi yang menunjukan hitungan mundur hingga tiba saatnya X-Day yang terakhir. Sebelum X-Day terakhir tiba, Adonis memberi kesempatan pihak penegak hukum untuk mencoba membongkar kedok mereka. Itu juga kalau mereka mampu.

Hal ini menimbulkan kepanikan hebat di kalangan masyarakat dan pada akhirnya pemerintah pun turun tangan. Agar kelompok Adonis tidak menyebar ke area lain di Jepang, pemerintah akhirnya mengkarantina Shinjuku dan menerapkan “Open Arms Policy” di mana SEMUA ORANG bebas memiliki dan menggunakan senjata api. Ampuh? Jelas saja tidak.

Ichika Hoshino, 21 tahun hidup berdua dengan adik laki-lakinya di Shinjuku sebagai polisi. Karena pangkatnya yang rendah, Ichika tidak pernah terlibat langsung dalam investigasi insiden X-Day dan mengisi hari-harinya yang membosankan di SRCPO (Special Regions Crime Prevention Office). Masa kedamaian itu berakhir ketika ia diculik di tengah patroli dan ditinggalkan sendirian dalam keadaan tidak bisa bergerak di suatu gereja di Taman Shinjuku. Penculiknya tidak lain adalah Adonis dan mereka telah memakaikan sebuah collar di leher Ichika. Ichika ditunjuk oleh Adonis sebagai bahan eksperimen sebelum X-Day terakhir dan mereka akan mengawasi Ichika melalui collar yang terpasang di lehernya. Bila Ichika berusaha untuk melepaskan atau memberi tahu orang lain mengenai collar tersebut, maka collar itu akan secara otomatis menyuntikan racun mematikan ke Ichika.

Untuk menyelamatkan nyawanya dari genggaman Adonis, Ichika pun terpaksa bekerja sama dengan empat orang laki-laki yang baru ia kenal. Keempat orang laki-laki tersebut mengetahui nasib buruk Ichika dan dengan persetujuan dari Adonis, mereka pun akhirnya bekerja sama menemukan cara untuk membongkar kedok Adonis dalam waktu kurang dari satu bulan hingga X-Day terakhir tiba.

Memecahkan Misteri Insiden X-Day

Berhubung ada lima orang laki-laki sebagai target, semua insiden X-Day yang terjadi sepanjang tahun akan dibagi secara merata ke setiap rute dari masing-masing laki-laki kecuali Aiji yang memborong semua insiden sekaligus. Sangat dianjurkan untuk memainkan semua rute secara berurut mulai dari Mineo, Takeru, Kei, Kageyuki, lalu Aiji yang hanya bisa dimainkan bila sudah menyelesaikan keempat rute lainnya.

Seperti layaknya gim novel visual zaman sekarang, Collar x Malice memiliki fitur untuk mempercepat percakapan di mana pemain dapat melewati semua percakapan yang sudah pernah dibaca sebelumnya dan akan berhenti secara otomatis di percakapan baru. Pemain yang sudah menamatkan lebih dari satu rute di Collar x Malice pasti menemukan banyak informasi X-Day Incident yang diulang-ulang di awal rute baru dan hal tersebut lebih baik dipercepat untuk menghindari kejenuhan. Bagian prolog atau common route di gim ini bisa langsung di-skip dengan syarat sudah pernah menamatkan satu rute. Pemain tidak perlu menghabiskan waktu melihat perkenalan para karakter yang bisa memakan waktu lebih dari satu jam bila tidak dilewati. Hati-hati bila mempercepat percakapan karena di tengah diskusi X-Day Incident biasanya diberikan pilihan penting yang dapat mempengaruhi akhir cerita.

Ulasan novel visual Collar x Malice berlanjut ke halaman kedua.

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses