Tidak terasa tahun 2019 sudah berakhir. Setelah dua bagian sebelumnya membahas 15 tren menarik yang terjadi di dunia pop culture Jepang dalam satu dekade ini, pada bagian ini akan dirangkum sepuluh tren lain yang secara khusus terjadi di dunia fandom lokal. Sama seperti bagian sebelumnya, bagian ini juga akan dibagi menjadi dua bagian di mana masing-masing bagian terbagi menjadi lima tren.

Seperti yang telah disampaikan pada artikel sebelumnya, daftar kilas balik pop culture Jepang satu dekade ini merupakan hasil kurasi internal tim Litbang KAORI Nusantara yang dilakukan selama 2 bulan terakhir. Hasil kurasi kilas balik pop culture Jepang satu dekade ini tidak merepresentasikan pandangan KAORI Nusantara sebagai media secara keseluruhan dan sebaiknya tidak diperlakukan sebagai daftar kilas balik pop culture Jepang satu dekade yang saklek, melainkan sebagai sebuah pijakan untuk melakukan diskursus fandom Jejepangan secara keseluruhan. Meski begitu, daftar-daftar yang ada di sini telah diambil melalui proses diskusi yang panjang dan mencakup berbagai pertimbangan. Apabila merasa ada hal yang terlewatkan oleh tim Litbang KAORI Nusantara, jangan ragu untuk menyampaikannya di kolom komentar.

Apa saja kejadian-kejadian menarik yang terjadi di dunia pop culture Jepang lokal selama tahun 2010- 2019 ini? Simak di daftar berikut!

Demam Sword Art Online di Tahun 2012 (Oleh Tanto Dhaneswara)

©Reki Kawahara/KADOKAWA/ASCII MEDIA WORKS/SAO Project

Jagat dunia anime semakin berkembang pada era 2010-an ini. Berbagai anime dari berbagai genre telah ditayangkan. Begitupun dengan perkembangan fandomnya yang begitu dinamis. Bila kita membicarakan perkembangan penikmat anime di dekade ini, rasanya kurang lengkap bila kita tidak membicarakan satu judul anime yang begitu dibicarakan pada sejak awal era 2010-an hingga kini dan menjadi alasan munculnya penikmat anime di Indonesia (dan juga alasan saya akhirnya menjadi wibu), yaitu Sword Art Online.

Sword Art Online (SAO) sendiri secara pribadi merupakan anime yang spesial. Saya sebelumnya memang sudah menonton anime, itu pun yang hanya tayang di TV (kecuali Magical Doremi yang 2 season terakhirnya saya tonton via torrent, itu pun kalau ingat dan sempat ke warnet). Saya dikenalkan dengan anime ini oleh seorang teman ekskul SMA kira-kira beberapa minggu setelah animenya dirilis pada 2012 lalu.

Ketika diceritakan sinopsisnya, saya yang waktu itu masih suka menghabiskan waktu dengan nge-game di warnet entah kenapa tertarik untuk mencoba menonton animenya. Ini adalah anime tentang gamer yang terjebak di dunia game VR. Bila kamu mati di game, kamu juga mati di dunia nyata. Episode perdananya berhasil membuat saya penasaran untuk menantikan episode selanjutnya. Baru kali ini saya penasaran dengan kelanjutan sebuah seri anime “baru” yang awalnya masih “asing” di telinga. Dan setelah mengikuti perjalanan Kirito keluar dari Aincrad dan akhirnya berhasil menyelamatkan Asuna di “dunia lain”, saya akhirnya ikut penasaran dan mencoba menonton berbagai anime “musiman” yang sedang tayang pada saat itu berdasarkan rekomendasi teman satu ekskul (mulai dari Chuunibyou demo Koi ga Shitai, Attack on Titan, hingga AKB0048).

© 2017 Kawahara Reki/KADOKAWA ASCII Media Works/SAO-A Project

Setelah menonton animenya, saya mengecek lini masa media sosial dan mengobrol dengan beberapa teman di SMA pada waktu itu dan beberapa tahun kemudian teman-teman yang saya temui di komunitas jejepangan kampus ketika kuliah. Ternyata banyak orang-orang yang akhirnya menjadi wibu karena efek “magis” SAO. Alasannya pun kurang lebih serupa: mereka dulunya adalah gamer, kemudian mereka mencoba menonton SAO karena diceritakan teman yang sudah lebih dulu getol menonton anime, dan akhirnya mereka pun juga menikmati berbagai anime musiman lainnya hingga sekarang. Memang, pada dekade 2000-an satu seri anime lawas yang mengusung premis yang kurang lebih serupa (.hack//), tetapi baru kali ini ada satu seri anime yang membuat banyak orang akhirnya menjadi penikmat anime.

Demam SAO pun tidak hanya terbatas di circle pertemanan saja. tetapi juga ke acara jejepangan pada era 2012-2013 yang saya kunjungi waktu itu (Comifuro ketika masih menjadi bagian acara GJUI, suatu acara jejepangan di PRJ, dan AFAID pertama yang kebetulan juga digelar di PRJ), pengunjung yang bercosplay menjadi Kirito dan Asuna rasanya begitu dominan di antara para cosplayer yang menjadi berbagai karakter dari anime lain yang waktu itu belum terlalu familiar oleh saya. Para pengunjung “biasa” pun ada yang datang ke acaranya sambil mengenakan berbagai pernik bertema SAO.

Memasuki akhir dekade 2010-an, euforia SAO ternyata masih terasa hingga sekarang. Musim terbaru animenya (SAO: Alicizarion – War of Underworld) masih akan bersambung pada bulan April 2020, sedangkan seri novel ringannya masih berlanjut ke dalam lakon (arc) baru bernama Unital Ring. Film animenya yang berjudul SAO: Ordinal Scale yang dirilis 2017 lalu menjadi salah satu dari sedikit film anime yang berhasil bertahan dalam waktu cukup lama (sekitar 1 bulan) di layar bioskop Indonesia. Berbagai berita tentang seri ini yang ditulis di KAORI pun beberapa kali berhasil meraih traksi pembaca yang begitu ramai, hingga lebih dari 15 ribu klik.

Di kalangan penikmat anime yang lebih luas, pada akhirnya serial SAO menjadi seri anime yang cukup divisif. Begitu banyak fansnya, begitu banyak pula “hater”-nya yang sebagian merupakan mereka yang sudah menjadi penikmat anime sejak lama. Mereka yang menjadi hater serial ini merasa bahwa SAO kurang pantas untuk menyandang popularitas yang sebesar itu, terutama dengan ceritanya yang dianggap terlalu “cheesy” dan “formulaic”. Bagi yang menjadi fansnya, serial ini adalah salah satu pembuka jalan bagi mereka untuk berkenalan dan masuk ke dunia anime yang begitu beragam dan berwarna di dekade 2010-an.

Populernya Komik Webtoon di Indonesia (Oleh Dany Muhammad)

Komikus LINE Webtoon tampil membagikan kisah suksesnya. (Adi Wibowo)

Dekade ini menandai dimulainya tren baru di jagad komik Indonesia. Pada pertengahan tahun 2015, perusahan komik online Line Webtoon mulai membuka pasarnya di Indonesia. Ekspansi pasar yang dilakukan Line Webtoon juga diikuti oleh perusahaan lain, mulai dari Ciayo, Comico, Mangatoon, dan berbagai penerbit lain. Untuk memperkuat produk mereka, mereka turut mengundang para komikus amatir untuk mengunggah karya mereka ke platform komik online mereka secara bebas. Karya yang terpilih akan mendapatkan tawaran serialisasi di penerbit mereka. 

Platform webtoon terbukti menjadi salah satu bentuk komik yang digemari masyarakat Indonesia. Menurut pencetus Line Webtoon Kim Junkoo di ajang Popcon Asia 2016, aplikasi Line Webtoon telah diunduh sebanyak 6 juta kali di Indonesia, membuat Indonesia menjadi pasar terbesar platform webtoon saat itu. Salah satu kunci dari populernya platform ini adalah adanya partisipasi yang aktif dari komikus amatir untuk mengunggah karya mereka ke situs ini. Para komikus tersebut memang dibebaskan untuk mengunggah karya mereka selama tidak mengandung SARA, Pornografi, atau melanggar hukum. Dengan semakin banyak dan beragamnya komik mereka, semakin banyak pula pembaca yang datang ke platform mereka.

Tentu saja jalan platform tersebut tidak semulus yang dibayangkan. Pada tahun 2019 platform Comico secara resmi menutup operasi mereka di Indonesia. Menurut Komikus Sweta Kartika dalam acara workshop komik di Universitas Bina Nusantara Malang, Comico menutup operasinya di berbagai negara kecuali Jepang dan Thailand. Khusus Thailand, Sweta mengungkapkan hal ini dikarenakan Comico berhasil mengambil pasar komik BL di sana, genre yang sepertinya populer di negara tersebut. Kepopuleran webtoon tidak serta merta membuat para penerbitnya dimudahkan dalam proses bisnisnya di Indonesia. Para penerbit tersebut tetap harus melihat selera pasar Indonesia dan mampu menyesuaikannya agar produk mereka tetap mampu terjual.

Artikel kilas balik pop culture Jepang satu dekade KAORI Nusantara bagian ketiga berlanjut di halaman kedua.

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses