Anda mau berkunjung ke Solo dan ingin merasakan pengalaman liburan yang berbeda? Tidak ada salahnya untuk mencicipi Railbus Batara Kresna, kereta api jurusan Solo – Wonogiri sembari menikmati pemandangan yang berbeda.
Sempat menjadi jalur mati selama sekitar 4 tahun karena perbaikan jalur dan ketiadaan rangkaian, kini jalur KA Solo-Wonogiri kembali dibuka. Dahulu, jalur ini dilayani oleh kereta api (KA) pengumpan (feeder) dengan kereta ekonomi yang ditarik oleh lokomotif diesel hidrolik, namun saat ini rangkaian yang dioperasikan adalah Railbus Batara Kresna yang selesai diproduksi oleh PT INKA pada tahun 2011.Railbus ini sedikit berbeda dari kereta pada umumnya.
Railbus ini punya keunikan tersendiri dibandingkan dengan kereta api pada umumnya. Jika rangkaian kereta pada umumnya berukuran panjang, maka railbus ini hanya terdiri dari tiga kereta (gerbong) penumpang yang ukuran per keretanya lebih kecil dari kebanyakan kereta. Dengan ukuran yang mini, umur yang relatif muda dan memiliki klakson moe khas INKA, Railbus ini menjadi tampak seperti karakter loli atau gadis cilik di anime dan komik (setidaknya, bagi para penggemar kereta api yang kebetulan juga wibu). Meskipun menggunakan rangkaian yang baru, tarifnya KA ini hanya sebesar Rp.4000.
Seperti apa pengalaman KAORI mencoba jalur baru ini? Simak selengkapnya:
Jadwal
Railbus Batara Kresna melayani lintas Solo-Wonogiri dengan empat perjalanan per harinya. Selama perjalanan, Railbus hanya berhenti di stasiun Solo Kota atau Sangkrah, Sukoharjo, Pasar Nguter dan Wonogiri. Pada kesempatan ini, KAORI menggunakan KA 322 dan kembali ke Purwosari menggunakan KA 325, atau berangkat dengan Railbus pemberangkatan pertama dari Purwosari dan pulang dengan pemberangkatan terakhir dari Wonogiri.

Serasa Naik Trem
Pada pagi yang cerah itu, Railbus tiba pukul 5:45 dari dipo lokomotif Solo Balapan. Tepat pada pukul 6:00, Railbus mulai bergerak meninggalkan emplasemen stasiun Purwosari menuju Wonogiri. Karena tiket dijual tanpa nomor tempat duduk, KAORI memutuskan untuk duduk di kereta pertama yang saat itu seluruh kursinya masih kosong.


Tak berapa lama setelah meninggalkan stasiun Purwosari, Railbus mulai memasuki Jalan Slamet Riyadi. Dengan kecepatan hanya 15 km/jam, Railbus mulai menyusuri jalan protokol kota Solo ini. Menaiki kereta yang relnya berada di jalan raya rasanya seperti menaiki trem di negara yang hanya ada di luar negeri. Sepanjang jalan, masinis selalu membunyikan semboyan 35 atau klakson karena banyaknya kendaraan yang melintas dan masyarakat yang beraktivitas. Salah satu hal unik lain di sini adalah pemandangan saat Railbus yang KAORI tumpangi turut terjebak lampu merah di salah satu perempatan jalan.


Kereta Wisata
Setelah sekitar 15 menit menyusuri jalan Slamet Riyadi, rel mulai memisahkan diri dari jalan raya. Tak lama kemudian, Railbus memasuki stasiun Solo Kota atau Sangkrah. Jika sebelumnya kereta sangat kosong, keadaannya berubah menjadi ramai saat kereta berhenti di Solo Kota. Rupanya mayoritas penumpang yang merupakan keluarga yang ingin berwisata memilih naik dari Solo Kota yang lebih dekat dengan tempat tinggal mereka. Terjangkaunya harga tiket dan kereta yang terbilang baru menjadikan masyarakat ingin berwisata dan mencoba Railbus.

Tepat pukul 6:25 Railbus kembali melaju melanjutkan perjalanan. Tak jauh dari stasiun Solo Kota, Railbus melintasi jembatan sungai Bengawan Solo yang juga merupakan batas dari Kota Solo dan Kabupaten Sukoharjo. Jika sebelumnya KAORI disuguhi oleh pemandangan khas perkotaan, maka setelah masuk wilayah Kabupaten Sukoharjo pemandangan berubah menjadi sangat khas pedesaan Jawa. Ya, area persawahan hijau yang luas membentang dan latar belakangnya Gunung Lawu yang tinggi menjulang. Kecepatan kereta yang hanya 25 km/jam dan jendela yang sangat lebar membuat KAORI bisa menikmati pemandangan dan perjalanan. Dari kejauhan, di tengah hamparan persawahan hijau, KAORI mendapati sebuah pemandangan yang cukup mencolok, ya sebuah pabrik kecil dengan cerobongnya yang mengeluarkan asap layaknya hati yang mengeluarkan kepulan asap-asap penyesalan.


