Mendiang Ganes TH selama ini dikenal dengan karya-karyanya berupa komik aksi seperti Si Buta dari Goa Hantu. Namun siapa yang sangka bahwa dirinya juga pernah menulis sebuah komik romantik dengan mengambil setting Kalijodo?
Kalijodo, salah satu kawasan lampu merah terbesar dan tertua di Jakarta, belum lama ini telah berakhir riwayatnya setelah digusur oleh Pemda DKI Jakarta.
Sejarah mengenang Kalijodo, sebagai kawasan lampu merah terbesar dan tertua di Jakarta, di mana banyak pedagang Tionghoa mencoba memuaskan hawa nafsunya pada masa kolonial Belanda, juga merupakan kawasan romantis bagi muda-mudi di era 1950an sebelum akhirnya menjadi pusat pelacuran dan judi
Melalui komik yang diberi judul yang sama dengan kawasan legendaris tersebut, Ganes TH akan mengajak pembacanya mengitari kawasan lampu merah legendaris tersebut dengan perspektif yang berbeda.
Tidak ada pelacuran dan judi pada komik yang diterbitkan pada tahun 1966 lalu ini. Namun komik ini mengangkat permasalahan-permasalahan yang masih menghantui kawasan ini hingga sekarang: Kekerasan terhadap wanita, kemiskinan, dan premanisme.
Ganes memulai komik ini dengan sketsa keindahan sungai di Kalijodo dengan paragraf pembuka berbunyi “Jika engkau berjalan dari Jakarta ke Tangerang, engkau akan melihat sungai yang ramai di hari-hari tertentu, tempat favorit anak muda”.
“Namanya Kali Djodo. Nama yang romantis bukan?” gabungan dari kata kali dan jodoh.
Namun di balik keindahannya, sebagaimana ditulis Ganes, sungai ini menyimpan sebuah cerita sedih.
Pembukaan tersebut menjadi awal dari kisah percintaan bersettingkan masa kolonial Belanda. Alkisah Hardi, seorang pemuda yang jatuh cinta dengan Marniah setelah dirinya melihat gadis tersebut, dengan dibalut batik yang indah tengah mencuci di tepi sungai.
Akhirnya suratan nasib mempertemukan Hardi yang tampan dan Marniah yang cantik di sungai itu. Dari luar mereka nampak seperti pasangan yang sempurna. Namun kenyataan berkata lain.
Ayah Marniah adalah seorang nelayan miskin yang mengakhiri hidupnya dengan meracuni dirinya sendiri setelah gagal melunasi hutangnya terhadap seorang rentenir bernama Tuan Djambar. Setelah kejadian itu, Marniahpun terpaksa menikahi Tuan Djambar sebagai istri keduanya.
Namun pada akhirnya, kisah komik inipun diakhiri oleh Ganes dengan happy ending di mana setelah berbagai pertarungan, Hardi berhasil menyelamatkan Marniah.
Melalui Kali Djodo Ganes mencoba mengangkat permasalahan sosial kemiskinan. Menurut Andy Wijaya yang turut menulis biografi Ganes TH, pada saat komik ini ditulis, prostitusi masih belum menjadi permasalahan besar di Kalijodo di mana komik yang ditulisnya ini lebih bertema drama sosial.
Ganes Thiar Santosa (1935 – 1995) atau lebih dikenal dengan nama pena singkatnya Ganes TH. adalah seorang komikus Indonesia terkenal yang merupakan salah satu tonggak kejayaan komik Indonesia. Pada masanya Ganes TH. merupakan salah satu dari “tiga dewa komik Indonesia” bersama dengan Jan Mintaraga dan Teguh Santosa. Ganes TH. menciptakan tokoh “Si Buta Dari Gua Hantu” yang menjadi merk dagang-nya dan merupakan tokoh komik lokal yang paling populer sepanjang masa. Komik Si Buta Dari Gua Hantu adalah komik silat Indonesia yang pertama. Terbitan perdananya langsung “meledak” sehingga komik Indonesia saat itu menjadi dilanda “demam silat” sehingga banyak komikus lain yang mengekor di belakang kesuksesan Si Buta. Dikabarkan bahwa komik seri perdana Si Buta ini dicetak hingga ratusan ribu eksemplar. Ganes sendiri tinggal di area Jembatan Lima di Tangerang, tidak jauh dari Kalijodo. Karya-karyanya banyak mengangkat isu-isu sosial
Selain Kali Djodo, Ganes juga menulis komik Tuan Tanah Kedaung yang mengisahkan pertikaian di dalam keluarga tuan tanah kaya di Tangerang. Yang menarik, komik yang diangkat dari sosok yang benar-benar ada ini sempat diprotes oleh pihak kerabat dari sosok yang bersangkutan. Menanggapi protes ini Ganespun berdalih bahwa ada banyak tuan tanah di Tangerang.
Salah satu hal yang sangat disayangkan, minimnya dokumentasi dan pengarsipan akan komik-komik Indonesia masa lalu membuat komik Kali Djodo menjadi sangat langka di masa kini dan banyak diburu oleh para kolektor. Beruntung komik ini sempat dipamerkan pada perhelatan GILA Cergam pada akhir bulan Februari lalu.
KAORI Newsline | Ditulis oleh Yuliasri Perdani di The Jakarta Post | Diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia oleh Dody Kusumanto