Flashfic: Bisa Diatur, karya eriyakumo
(Sumber: gantibaju.com)
“Bisa diatur…”
Sebuah kalimat yang sudah menjadi kebutuhan pokok seperti pentingnya nasi di tempatku berada.
Boleh dibilang dari hal yang kecil sampai hal yang besar dalam hidupku, semuanya seperti itu.
Tidak perlu jauh-jauh, dari urusan dapur saja dulu.
Lupakan sejenak berbagai buku resep yang biasa dipakai.
Tidak sulit membuat sebuah hidangan spesial, asalkan ada bahan-bahannya.
Jumlah porsinya?
Bisa diatur, mau hanya satu piring sekalipun.
Satu santapan untuk diriku seorang.
Rasa yang seperti bagaimana?
Bisa diatur, mau yang paling manis atau yang paling hambar sampai membuat mual.
Atau yang khusus dibuat untuk mengerjai orang lain sesuka hati.
Bahan apa yang dipakai?
Bisa diatur, karena selera adalah raja.
Itulah yang namanya percobaan.
Demikian juga dengan kehidupan di sekitarku.
Masing-masing bermain sebagai dewa bagi dirinya sendiri dan benda-benda di sekitarnya.
Ingin bertemu teman lama?
Bisa diatur, kapan waktu dan tempatnya.
Ada teman yang mulai “main serong”?
Bisa diatur, tinggal hapus semua memorinya baik di jejaring sosial atau di kehidupan nyata.
Anggap saja aku tidak pernah mengenalnya.
Keluarga besar dari jauh datang tiba-tiba?
Bisa diatur, mau menginap berapa lama, atau hanya sehari pulang.
Bahkan budaya “bisa diatur” ini sudah memasuki media-media massa.
Skandal selebritis, kasus suap dan politik dagang sapi, semua karena hal yang serba “bisa diatur” itu.
Begitulah manusia.
Makhluk yang mendeklarasikan diri sebagai makhluk pribadi dan sosial.
Dari bangun pagi sampai tidur lagi di kala malam, semua adalah pilihan yang bisa diatur sesuai keinginan.
Tetapi aku masih bertanya-tanya dalam lubuk hatiku sampai detik ini.
Apa saja yang tidak “bisa diatur” oleh tangan manusia?
Hujankah?
Ternyata, hujan pun bisa diatur dengan bahan kimia di daerah-daerah yang kekeringan.
Anginkah?
Angin juga bisa diatur keberadaannya dengan alat bernama kipas angin.
Pikirankah?
Jalan pikiran siapapun bisa diatur dengan metode alami dari diri sendiri maupun cuci otak dari orang lain.
Sahabatkah?
Seorang sahabat juga bisa diatur dengan ada apanya.
Termasuk sekedar obrolan santai, pacaran jarak jauh bahkan sampai diangkatnya janur kuning juga.
Jadi, hal seperti apakah yang ada di luar bagian yang “bisa diatur” itu?
Itulah pertanyaan yang terus menerus ku ulangi setiap kali bertemu dengan siapapun, di mana pun aku berada.
Namun, tak ada yang bisa memberi jawaban dengan pasti.
Apakah aku harus bertanya kepada pepohonan yang bergoyang di ladang?
*cerita ini hanya fiktif belaka, bukan pengalaman pribadi penulis, dan kesamaan nama, tempat, maupun cerita semata kebetulan belaka. Tautan cerita : Bisa Diatur