Cerpen: Calon Orang Gila, karya Arushi Dan
Mungkin judulnya akan cocok dan masuk akal.
Well , tidak ada yang care soal kebiasaanku yang terus berulang-ulang ini. Mungkin sedikit demi sedikit, bakat menjadi orang gila muncul saat listrik tiba-tiba padam dan aku seakan-akan kehilangan dunia indah yang telah menyeretku jauh dan menjadi beringas dengan membanting berbagai barang yang ada di hadapanku.
Aku orang sabar? Iya, memang. Adikku pernah bercerita bahwa aku orang yang sabar namun sekali marah akan menakutkan. Iya benar. Aku mantan orang sabar. Dan mantan orang sabar ini menjadi calon orang gila baru di komplek perumahan.
Kalau aku boleh bercerita, aku juga merupakan mantan orang murah senyum. Itu dulu. Sekarang? Jangankan senyum, alisku ini datar-datar saja dan tanpa ekspresi. Ibuku sampai mengeluhkan ketika beliau pulang kantor lalu melihat ekspresiku yang jelek ini, beliau makin merasa sedih. Ia aku tahu beliau sedih, tapi biarlah. Toh, orang gila tidak pernah memikirkan perasaan orang lain. Benar, kan?
Aku jadi sering duduk terdiam di teras depan sambil memandangi kendaraan yang mondar-mandir jika pagi hari, lalu beralih memandangi gugusan bintang jika malam hari. Dan aku rasa, kegiatan itu tidak ada ruginya jika aku lakukan. Toh, menyenangkan membuang-buang waktu yang sepertinya tidak berharga. Well¸orang gila mana yang pernah memikirkan bahwa waktu itu sangatlah berharga?
Mungkin kegiatan berulang-ulang ini berhasil membuatku masuk dalam kondisi depresi. Iya, depresi berat. Dan saat tekanan tinggi mendesakku, aku bisa melakukan hal gila lainnya. Contoh; kupotong kabel mesin cuci yang ujungnya leleh karena konslet. Iya, kupotong begitu saja. Bagaimana tidak emosi? Aku enak-enak menjelajahi dunia yang menyenangkan dan seketika itu listrik padam hanya karena sebuah mesin cuci. Mesin cuci bodoh yang terus berputar tanpa kenal lelah. Dasar mesin bodoh… Biarlah. Biarkan saja aku mengutuk benda mati itu, toh orang gila tidak bisa membedakan mana yang nyata dan tidak.
Biasanya kalau sudah tertekan seperti ini, aku akan duduk merenung di depan layar sambil meratapi keadaan menjijikkan diriku saat ini. Mandi hanya sekali sehari, membiarkan perut ini kosong meskipun di depan sana ada sop, dan mengakhiri ratapan ini dengan lelehan air mata. Nah, aku sekarang lebih mirip orang gila, kan?
Ya, begitulah.
Jika nanti suatu hari aku tidak muncul lagi dan tidak menulis lagi, itu berarti aku sudah sepenuhnya berubah menjadi orang gila. Iya, berkeliaran kemana mana. Membuang semua impian yang pernah aku rancang sebelumnya. Kehilangan arah dan tujuan. Rasanya mungkin menyenangkan menjadi orang gila.
Mungkin…
Ah, sudahlah. Aku terlalu banyak berkhayal menjadi orang gila. Tapi memang begini adanya, kondisiku memungkinkanku menyebut diriku orang gila.
Lalu apa sekarang kau melihat diriku sebagai orang yang suka curhat tentang sesuatu yang tidak penting? Apa itu yang kau pikirkan sekarang? Oke, biarlah. Terserah kau mau berpikir apa setelah membaca tulisanku, tapi yang namanya calon orang gila, apa aku akan memikirkan bagaimana responmu? Untuk apa… Toh, orang gila sepertiku tidak akan bersikap normal seperti kalian semua.
Hmm… Aku kebanyakan cakap… Sudahlah…
Dari pada kau susah-susah mengerti apa arti tulisanku, lebih baik aku beri tahu kau saja.
Intinya, orang gila itu tidak usah diambil hati. Kalau kau melihat orang yang kurang ajar, brengsek, tidak bisa menjaga mulutnya, tidak bisa menjaga perilakunya, maka, dia sudah pasti orang gila.
Biarkan saja ia berteriak tentang apapun, mengumpat dan bersumpah serapah… Toh mereka orang gila yang tertekan kehidupan mereka sendiri.
Nah-nah, sekarang terserah kau…
Apa kau mau memercayai tulisan orang gila yang sedang kau baca ini, hmm?
***
*cerita ini hanya fiktif belaka, bukan pengalaman pribadi penulis, dan kesamaan nama, tempat, maupun cerita semata kebetulan belaka. Tautan cerita : Calon Orang Gila