Lanjutan dari halaman sebelumnya.
Dany Muhammad (The Indonesian Anime Times)

Dalam episode terakhirnya, Just Because! sukses memperlihatkan bagaimana sebuah kisah cinta segitiga mampu menjadi cermin pendewasaan ketiga karakternya. Baik Natsume, Komiya, ataupun Eita, ketiganya memiliki konflik personal yang menarik untuk dianalisis lebih lanjut.
Bagi Natsume, keberhasilannya di episode terakhir merupakan buah keberaniannya untuk move on dari cinta lamanya. Mungkin beberapa penonton beranggapan bahwa tidak seperti Komiya, Natsume sama sekali tidak berkorban apapun. Namun jangan lupakan bahwa pilihannya untuk memilih universitas yang sama dengan Eita, merupakan suatu pilihan yang lebih beresiko alih-alih pilihan untuk tetap kuliah di tempat yang lebih aman (dan lebih dekat dengan cinta lamanya). Natsume memilih untuk mengambil resiko itu, meskipun pilihannya tersebut tidaklah mudah. Usahanya membuahkan hasil yang manis.
Bagi Komiya, di balik kegagalannya mendapatkan hati Eita, dia tetap menjadi tokoh utama di balik keberhasilan klubnya. Mungkin bukan fotonyalah yang menyelamatkan klub. Tapi dialah yang menjadi obyek di balik keberhasilannya, bukan Eita. Sebagai karakter yang ngotot, pada akhirnya dia harus menerima bahwa tidak selamanya usahanya membuahkan hasil. Manusia hanya bisa berusaha, tapi bukan mereka yang menentukan. Komiya mungkin saja gagal, tapi setidaknya dalam usahanya dia mampu bersinar terang seperti yang tergambarkan dalam frame foto yang sukses ditangkap oleh temannya.
Bagi Eita, setelah sekian lama menjadi karakter pasif, pada akhirnya harus belajar untuk menentukan pilihan. Bukan berarti dia berada di posisi yang lebih enak, karena menentukan pilihan juga memerlukan keberanian. Keputusannya untuk mengikuti ujian di universitas yang dipilih Natsume merupakan caranya mencari keberanian. Begitu gagal, keberaniannya itu justru dia dapatkan dari Haruto, sahabat yang pernah mendapatkan keberanian yang sama darinya. Di akhir cerita, dia berhasil, meski melalui cara yang tidak disangka-sangka.
Pada akhirnya, mungkin saya terlalu banyak berpikir dengan cerita anime ini. Mungkin saja cerita Just Because! tidaklah sedalam yang saya bayangkan, atau mungkin penulis skenarionya memang menulis ceritanya sedemikian rupa agar bisa menertawakan kegagalan para fans Komiya. Tidak pernah ada interpretasi yang pasti, namun setidaknya ini jauh lebih menarik daripada debat kusir tentang siapa pasangan yang lebih baik. Saya harus berterima kasih pada para staf Just Because! yang telah menciptakan sebuah cerita yang bisa kami diskusikan tiap minggu hingga episode terakhir. Akhir kata, meskipun chequered flag sudah berkibar, saya tetap dengan bangga menyatakan diri sebagai #TeamKomiya