Kepolisian menciduk Toyosaku Nagumo, manajer sejumlah panti pijat di Taito, Tokyo. Berdasarkan laporan, Nagumo dikenakan tuduhan mempekerjakan perempuan sebagai wanita prostitusi.
Hanya saja, sudah rahasia umum di Jepang jika prostitusi dilakukan dengan kedok panti pijat. Sampai saat ini, penegak hukum cenderung membiarkan panti pijat tersebut beroperasi dan menyediakan “layanan penuh” walau secara hukum ilegal.
Dalam laporan yang dikutip dari majalah Friday, disebutkan bahwa polisi lebih menyasar tempat hiburan yang mempekerjakan aktris dari sejumlah agency secara paksa. Aktris-aktris ini – yang normalnya hanya bermain dalam film – dipaksa memberikan pelayanan dengan tarif 80 ribu yen (10,5 juta rupiah) per klien. Situs web panti pijat dimaksud menyajikan menu berisi foto sang artis lengkap dengan judul film yang pernah dimainkan. Dari hasil investigasi, Nagumo telah meraup pendapatan sebesar 1 miliar yen (130 miliar rupiah) selama tujuh tahun beroperasi.
Hal ini selaras dengan kasus pengakuan sejumlah aktris di beberapa agency model Jepang yang dipaksa untuk memainkan film dewasa dan mengerjakan pekerjaan sampingan lain. Pada Juni 2016, polisi menggrebek agency Marks Japan dan menangkap mantan direktur utamanya Norihide Murayama dengan tuduhan memaksa aktris untuk berperan dalam film dewasa.
Industri film dewasa Jepang (JAV, Japan Adult Video) menempatkan Jepang sebagai salah satu pengekspor film dewasa terbesar di dunia, setelah Rusia dan Amerika Serikat. Walau begitu, sejak 10 tahun terakhir penjualan film di Jepang mengalami penurunan, mengurangi pendapatan bagi para aktris yang secara tak langsung membuat mereka mencari pekerjaan lain.
“Pemilik agency pun melihat bahwa mengirimkan talent mereka ke panti-panti pijat adalah cara yang bagus untuk meraup pendapatan.”
Baca Juga: Asyik! Udara Dingin, Kebelet, Nonton JAV Bareng di Jalanan Ibukota
KAORI Newsline