Selamat datang dalam ulasan mingguan untuk seri anime Yu-Gi-Oh! VRAINS. Ini adalah rubrik uji coba. Silakan sampaikan saran dan kritik Anda melalui Halo Kaori (halo@kaorinusantara.or.id) maupun grup #Kaoreaders di Facebook.
Dengan pertarungan yang cukup sengit, Playmaker akhirnya berhasil mengalahkan Hanoi Knights dalam pertarungan Speed Duel. Berkat Link Monster yang didapatkan dari dalam Data Storm, Playmaker menghentikan serangan dari Hanoi Knights. Meskipun telah dikalahkan namun Hanoi Knights memberikan ancaman kepada Playmaker yang mengganggu rencana mereka.
Usai pertarungan yang disaksikan oleh banyak warga Den City tersebut, sosok Playmaker menjadi fenomena. Baik di dunia Link VRAINS maupun headline beberapa media massa, nama Playmaker menjadi sorotan publik. Awak media massa, serta para duelist mencari sosok vigilante tersebut dengan berbagai cara. Euforia semakin menjadi saat beberapa duelist banyak yang meniru penampilan Playmaker agar bisa menjadi sorotan.
Namun di tengah hingar bingar tersebut, Yuusaku Fujiki, sosok Playmaker yang sebenarnya, tengah disibukkan dengan AI misterius yang ia tangkap. Yuusaku berniat membongkar isi program dari AI Ignis yang kemudian dinamakan Eye olehnya tersebut untuk mengetahui dari mana asal usul Eye serta apa hubungan antara Eye dengan tragedi masa lalu yang menimpa dirinya. Di sisi lain pemimpin Hanoi Knights, Revolver mulai melakukan gerakan untuk mencari sosok Playmaker yang mengambil Ignis. Zaizen selaku pemimpin dari SOL Technologies pun tidak ingin ketinggalan, dengan berbagai sumber daya yang ia miliki, ia juga turut serta melakukan pencarian akan sosok Playmaker dan Ignis demi bisa mendapatkan kunci menuju Cyverse.
Anonimitas dalam identitas online
Episode 3 dari seri Yu-Gi-Oh! VRAINS ini kembali menghadirkan episode yang lebih berfokus kepada cerita dibandingkan dengan adegan duel. Tidak ada duel yang dilakukan dalam episode ini. Salah satu fokus cerita yang dibawakan dalam episode ke-3 ini adalah mengenai identitas online di dunia Link VRAINS. Sejak episode pertama, seri ini sudah memberi tahu aturan dasar mengenai Link VRAINS di mana duelist yang masuk ke dalam dunia virtual reality ini memiliki identitas lain yang disebut sebagai avatar, layaknya Yuusaku Fujiki dengan Playmaker sebagai avatarnya.
Saat sesorang berinteraksi di dunia internet, orang lain yang ditemui tidak bisa dengan mudah menentukan dan mengetahui siapa jati diri seseorang yang ditemui tersebut, nama pengguna (username) dan alamat e-mail mungkin bisa terlihat namun hal tersebut tidak bisa memberikan informasi yang cukup mengenai identitas jati diri seseorang di internet (Suler, 2004). Begitu juga dengan Hanoi Knights dan SOL Technologies yang berusaha mencari tahu siapa sosok sebenarnya dibalik avatar Playmaker yang berhasil merebut Ignis dari mereka. Baik Hanoi Knights maupun SOL Technologies memiliki cara masing-masing untuk mengetahui sosok Playmaker. Sebagai sepasukan hacker yang cukup disegani, Hanoi Knights bermaksud mencari Playmaker secara langsung dengan meretas jaringan yang terhubung dengan Playmaker.
Di sisi lain, dengan sumber daya yang cukup besar, Zaizen dari SOL Technologies menghubungi salah satu informan untuk mencari tahu siapa sebenarnya Playmaker. Tidak hanya itu, Zaizen pun berencana untuk menjebak Playmaker dengan menggunakan duelist yang cukup kuat untuk melawan Playmaker. Berbagai cara ditempuh untuk membuka anonimitas dari identitas Playmaker.
Dalam berkomunikasi di media online saat ini, pengguna bisa dengan mudah membuat, serta mengganti identitas online sesukanya. Seseorang bisa saja memiliki lebih dari satu identitas, atau bahkan membuat identitas tiruan yang dimiliki orang lain. Inilah yang terjadi di episode 3 di mana banyak duelist yang mengubah penampilan avatar onlinenya menjadi sosok mirip Playmaker. Banyaknya copycat avatar yang bermunculan ini membuat awak media di Link VRAINS cukup kebingungan, namun di sisi lain hal ini membuat Playmaker yang sebenarnya bisa bersembunyi dengan lebih aman karena bisa jadi baik Hanoi Knights, SOL Technologies, maupun awak media justru menemui Playmaker palsu yang sedang marak bermunculan.
Mulai menyoroti karakter lain
Jika pada episode pertama dan kedua sorotan lebih terfokus kepada karakter Yuusaku Fujiki alias Playmaker, Revolver, dan juga Zaizen, episode ke-3 ini mulai sedikit menyoroti sosok karakter lain. Salah satu karakter yang baru dimunculkan dalam episode ini adalah Ema, sosok wanita informan yang membantu Zaizen dalam mencari identitas Playmaker. Kehadiran karakter Ema ini membawa sesuatu yang cukup berbeda di seri Yu-Gi-Oh! VRAINS dibandingkan dengan seri lainnya karena adanya keterlibatan karakter wanita (agak) dewasa dalam ceritanya. Biasanya karakter wanita yang ditampilkan dalam seri Yu-Gi-Oh! hanyalah teman sebaya dari para karakter utama yang ada.
Selain Ema karakter yang juga cukup menjadi sorotan dalam episode kali ini adalah Go Onizuka. Sebenarnya sudah sejak episode pertama dan kedua Go Onizuka ditampilkan. Bahkan di episode pertama ia diperkenalkan dengan sangat meriah sebagai seorang charisma duelist. Namun dalam episode ini penonton diajak untuk mengenal lebih dalam mengenai sosok sang charisma duelist yang terlihat layaknya pegulat profesional ini. Sedikit latar belakang dan juga motivasi Go Onizuka dalam menjadi seorang duelist dihadirkan dalam episode ini.
Meskipun tidak ada duel namun nuansa kelam dan ketegangan di episode 3 ini justru dihadirkan dalam pembawaan cerita yang ada. Cerita mengenai pencarian sosok Playmaker, serta kehancuran dunia VRAINS dan ancaman dari Hanoi Knights dibawakan dengan kesan yang cukup serius dan terlihat seolah-olah jauh dari kesan kekanak-kanakan yang menjadi stereotype dari anime yang mengadaptasi produk mainan pada umumnya. Hal ini semakin memperkuat keyakinan saya bahwa sepertinya Yu-Gi-Oh! VRAINS akan menjadi seri anime yang memiliki kesan cukup dewasa dengan cerita yang menarik dan potensial untuk diikuti oleh khalayak umum.
Referensi:
Suller, J. (2004). The Online Disinhibition Effect. CyberPsychology & Behavior, 7(3), 321-326. Diakses pada 27 Mei 2017.
KAORI Newsline | oleh Rafly Nugroho