Satu sisi lainnya yang juga tidak dapat dikesampingkan mengenai Cardcaptor Sakura adalah merchandising. Biar bagaimanapun juga, cerita gadis penyihir memang punya sejarah panjang dibuat untuk menjual mainan (Galbraith, 2014; Hartzheim, 2016). Dan CLAMP sepertinya sadar akan sejarah tersebut, karena Cardcaptor Sakura menunjukkan unsur-unsur yang nampak disiapkan untuk memudahkan merchandising. Bukan hanya dari desain item sihirnya, bukti yang paling eksplisit adalah karakterisasi Tomoyo sebagai anak presiden perusahaan mainan, yang menjadi sumber baginya untuk menyediakan alat-alat elektronik penunjang kegiatan mereka.
Dari situ saya berpikir bahwa CLAMP tidak melihat merchandising sebagai hal yang buruk atau merusak kepada cerita. Secara historis, dari era Minky Momo dan Creamy Mami hingga zaman Pretty Cure di masa kini, memang penjualan mainan bisa menjadi platform kolaborasi kreatif antara desain mainan, penceritaan, dan animasi (ibid.); karena tujuan tersebut mensyaratkan terbentuknya reaksi emosional dari pemirsa terhadap item sihir dalam cerita melalui narasi yang menarik di seputar item tersebut dan penggunaan visualisasi animasi yang memikat.
Dalam Cardcaptor Sakura sendiri, kartu-kartu yang sifatnya sangat merchandisable itu dapat dianggap sebagai tokoh dalam ceritanya juga. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, saat menangkap kartu, Sakura seringkali harus bisa memahami hakikat dan situasi kartunya, yang ada kalanya juga berkaitan dengan konflik yang dialami tokoh manusianya. Dengan begitu, ada kenangan yang lekat dengan masing-masing kartu, semua memiliki ceritanya sendiri. Selanjutnya, Sakura sendiri tidak memperlakukan kartunya hanya sebagai benda,iaa menganggap mereka seperti keluarganya sendiri.
Dari hal-hal yang bisa diamati dalam Cardcaptor Sakura ini, gadis penyihir adalah sosok yang digambarkan mewujudkan lingkungan di mana di mana orang-orang terhubung dengan kasih sayang. Gadis penyihir bukan sosok yang tampil sendirian, tapi tumbuh dalam konteks yang kaya akan emosi dari interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Inilah ciri dari sihir seorang gadis penyihir, bukan unjuk kekuatan yang semakin lama semakin besar.
Dalam Cardcaptor Sakura, gambaran tersebut lebih mudah diamati karena ceritanya mengesampingkan pertarungan melawan kejahatan yang lazim digunakan seri-seri gadis penyihir bercorak aksi. Tapi saya rasa dalam seri-seri yang lebih bercorak aksi pun, pentingnya perasaan dan hubungan antar tokoh tetap patut diperhitungkan, baik dalam tontonan anak-anak seperti Pretty Cure hingga hiburan otaku seperti Lyrical Nanoha. Heartcatch Precure, contohnya, mampu menghadirkan tokoh-tokoh dengan masalah-masalah pribadi dan interpersonal yang serius dan dekat dengan kehidupan sehari-hari dengan pendekatan yang mudah dipahami. Dan walaupun pertarungan dalam Lyrical Nanoha sering dikomentari terasa lebih seperti pertarungan dari kartun robot-robotan, adanya penggemar yang peduli pada shipping (memasang-masangkan karakter dalam hubungan romantis) mengindikasikan bahwa seri ini tetap menggambarkan hubungan antar-tokohnya dengan cukup menarik untuk membuat penggemar peduli pada hubungan-hubungan itu.
Membaca ulang Cardcaptor Sakura secara pribadi pada akhirnya menjadi lebih dari sekedar bernostalgia. Setelah mempelajari berbagai perspektif baru selama bertahun-tahun, pengalaman membacanya kini jelas tidak sama dengan dulu. Ada pemahaman baru mengenai genre gadis penyihir yang tidak terpikirkan sebelumnya oleh diri di masa lalu, memberi alasan baru untuk tetap menyukai dan menikmati kisah Cardcaptor Sakura.
Referensi
- Galbraith, Patrick W. (2014), wawancara dengan Toshihiko Sato dan Yuji Nunokawa dalam The Moe Manifesto (Tuttle Publishing), hlm. 46-61.
- Heartzheim, Bryan Hikari (2016), “Pretty Cure and the Magical Girl Media Mix,” dalam The Journal of Popular Culture, Vol. 49, No. 5, hlm. 1059-1089.
- Lamarre, Thomas (2009), The Anime Machine (University of Minnesota Press), chapter 16: “A Face on the Train,” hlm. 209-220.
- sdshamshel (2010), “More Shows Should Be Like Heartcatch Precure,” in OGIUE MANIAX, diakses dari https://ogiuemaniax.com/2010/05/17/more-shows-should-be-like-heartcatch-precure/ pada 22 Januari 2018.
- Thorn, Rachel Matt (2001), “Shoujo Manga – Something for the Girls,” pertama kali diterbitkan dalam The Japan Quarterly, Vol. 48, No. 3, diakses dari http://www.academia.edu/12110561/Sh%C3%B4jo_Manga_Something_for_the_Girls pada 21 January 2018.
Baca juga:
KAORI Newsline | oleh Halimun Muhammad | Tulisan ini adalah pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili kebijakan editorial KAORI
KAORI Nusantara membuka kesempatan bagi pembaca utk menulis opini tentang dunia anime & industri kreatif Indonesia. Opini ditulis 500-1000 kata dlm bhs Indonesia/Inggris & kirim ke halo@kaorinusantara.or.id. Untuk informasi lebih lengkap baca cara dan tipsnya di sini.