Pada tahun 2018 lalu, tim Litbang KAORI sempat bertemu dengan Ibu Ratna Sari Abubakar, Managing Editor divisi komik Elex Media Komputindo untuk berbincang tentang seluk-beluk penerbitan manga di Indonesia. Laporan ini akan dibagi ke dalam tiga bagian: Bagian pertama akan membahas tentang sejarah penerbitan manga oleh Elex Media, bagian kedua akan membahas tentang proses dan kendala dalam mendapatkan lisensi serial manga untuk dipublikasikan di Indonesia, dan bagian ketiga akan membahas berbagai macam hal terkait pembaca manga di Indonesia, serta kegiatan-kegiatan lain Elex Media selain menerbitkan manga.
- Part 1: Sejarah Elex Media
- Part 2: Proses lisensi manga
- Part 3: Kolaborasi dengan para pembaca
Jalan Panjang dan Berliku Proses Lisensi
Elex Media melisensi manga dari berbagai penerbit Jepang. Dalam beberapa kasus, pihak Elex yang akan melakukan kontak ke pihak penerbit langsung, sementara untuk kasus lainnya kontak dilakukan via pihak agensi. Dengan adanya berbagai pihak yang terlibat di dalamnya, proses lisensi dapat menjadi hal yang cukup panjang, rumit, dan penuh tantangan.
Dalam memilih judul untuk dilisensi, Ibu Sari menjelaskan bahwa terdapat banyak faktor yang memengaruhi keputusan tersebut. Pertama, Elex Media dapat melihat populernya suatu manga di Jepang atau secara global, serta menerima masukan pembaca melalui jajak pembaca atau rekomendasi via e-mail dan telepon. Setelah itu, Elex akan meninjau apakah gambar & cerita judul tersebut bagus dan menarik, serta melakukan pengecekan untuk konten-konten yang dapat dianggap kurang pantas di Indonesia. Jika judul terkait lolos melewati proses tersebut, maka Elex akan mengirimkan permohonan untuk mendapatkan lisensi penerbitannya. Jika perlu dilakukan modifikasi dalam penerbitan, maka permohonan untuk melakukan modifikasi tersebut juga akan diikutsertakan dalam permohonan lisensi. Akan tetapi, pengecekan untuk konten yang dapat dianggap kurang pantas cukup sulit untuk serial yang sedang berjalan. Sebagai contohnya, pada suatu judul, volume-volume yang sudah terbit saat permohonan dibuat tidak menunjukkan adanya konten bermasalah. Tetapi setelah permohonan lisensi penerbitan untuk judul tersebut sudah disetujui, volume-volume baru mengandung konten dewasa yang membuat judul tersebut lebih pantas terbit di bawah label Level Comics.
Ketika melakukan permohonan lisensi penerbitan untuk suatu judul, Elex Media dapat saja melakukannya di saat yang bersamaan dengan m&c!, penerbit komik lainnya yang juga bernaung di bawah grup Kompas Gramedia. Di saat seperti itu, pihak Jepang-lah yang akan menentukan judul mana yang akan dilisensi ke penerbit Indonesia yang mana. Menariknya, ada kecenderungan bagi pihak Jepang untuk memberikan lisensi manga laki-laki ke Elex Media, dan manga perempuan ke m&c!. “Kami tidak tahu bagaimana awalnya, tapi Elex mendapat reputasi sebagai penerbit komik laki-laki, dan m&c! mendapat reputasi sebagai penerbit komik perempuan, baik dari pihak Jepang maupun para pembaca. Selain itupun, angka penjualan komik perempuan di m&c! secara umum lebih tinggi.”

Tentu saja, Elex Media dan m&c! tidak membatasi judul yang diterbitkannya ke hanya judul untuk pembaca laki-laki atau hanya judul pembaca perempuan. Bahkan, judul manga terbitan pertama Elex Media adalah komik shoujo Candy Candy. Sementara itu, m&c! juga telah menerbitkan judul-judul Shounen Jump seperti Bleach, Haikyuu!, dan My Hero Academia. “Kami seringkali mendapat pertanyaan dari para pembaca seperti ‘kenapa Tokyo Ghoul tidak diterbitkan oleh Elex, tapi oleh m&c!?’- keputusan tersebut dibuat oleh pihak Jepang.”
Setelah permohonan untuk lisensi penerbitan dikirim, pada teorinya balasan secara umum akan diterima dalam sepuluh hari kerja, tetapi pada prakteknya dapat berbeda. Dalam beberapa kasus, permohonan yang dikirim di pagi hari langsung mendapat balasan pada malamnya atau keesokan harinya, sementara di kasus lain mungkin belum ada balasan bahkan setelah tiga bulan menunggu.
“Tergantung bagaimana lancarnya proses komunikasi antara pihak penerbit Jepang, pengarang karya, dan agensi,” sebut Ibu Sari. Mendapatkan lisensi menjadi lebih sulit ketika judul manga tersebut adalah adaptasi suatu anime (seperti versi komikalisasi film layar lebar Naruto), karena melibatkan beberapa perusahaan lainnya yang juga memegang hak atas karya tersebut.
Masing-masing penerbit dan pengarang karya dapat memberi aturan-aturan tersendiri untuk edisi manga yang akan diterbitkan di Indonesia. Kasus Rurouni Kenshin pada bagian sebelumnya adalah contoh syarat penerbitan yang diminta oleh pengarangnya. Contoh-contoh lainnya seperti penerbit Shueisha, yang tidak mengizinkan dimasukkannya fanart submisi pembaca di halaman belakang volume manga pada edisi terbitan Indonesianya, atau penerbit yang meminta agar edisi Indonesia dirilis dengan dimensi cetak yang sama dengan aslinya, dan lain-lain. Judul yang digunakan ketika suatu manga diterbitkan di Indonesia bisa menggunakan versi bahasa Indonesia (Seperti Maou-sama Chotto Sore Totte! menjadi Raja Setan, Ambilin itu Dong!), menggunakan bahasa Inggris yang digunakan pada judul aslinya (seperti BIRDMEN), menggunakan terjemahan Inggris dari judul aslinya (seperti Natsu no Arashi! menjadi Summer Storm!) atau tetap menggunakan judul aslinya dalam bahasa Jepang (seperti Natsume Yujincho).
Ibu Sari menjelaskan bahwa pada kasus di mana judul asli versi Jepang tetap digunakan, hal tersebut dapat dilakukan bila judul aslinya dari awal menggunakan bahasa Inggris, menggunakan nama karakter utamanya (seperti Naruto atau Kobo-chan), atau jika judulnya cukup pendek. Untuk kasus di mana judul diubah menjadi versi bahasa Inggris, Elex Media dapat menggunakan judul Inggris yang sudah dipakai di negara lain, atau jika manga tersebut belum diterbitkan dalam Bahasa Inggris, maka Elex Media harus memikirkan judul untuk manga tersebut yang dapat mudah diingat. “Secara umum, aturannya adalah judulnya harus gampang diingat dan berkaitan dengan isi manganya.” ucap Ibu Sari.

Pada akhirnya, judul yang dipilih tetap harus disetujui oleh pihak penerbit Jepang. “Penerbit seperti Hakusensha, misalnya, jarang menyetujui judul bahasa Inggris yang kami ajukan. Mereka akan mempertanyakan makna dari tiap kata yang digunakan, apa hubungannya dengan isi manganya, dan seterusnya. Jadi kami seringkali harus menggunakan bahasa Indonesia yang simpel sebagai judul dalam kasus seperti itu.” Ibu Sari juga mengatakan kalau dalam kasus Raja Setan, Ambilin Itu Dong!, permintaan untuk penggunaan judul bahasa Indonesia datang dari pihak penerbit Jepang.
Ketika Elex Media mendapat izin atas suatu lisensi, mereka diharuskan untuk terus menerbitkan judul tersebut hingga serialnya tamat di Jepang. Untuk serial yang sedang berjalan, Ibu Sari mengatakan kalau tiap kali volume baru terbit di Jepang, Elex Media akan segera mengajukan permohonan untuk melisensi volume tersebut, dengan pertimbangan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mendapat persetujuan. Pihak penerbit Jepang biasanya juga akan mendorong agar serial yang telah dilisensi dapat tetap terbit di Indonesia walaupun angka penjualannya di Indonesia kurang baik untuk Elex Media, sebagai bentuk penghormatan mereka untuk pengarangnya.
Tetapi, terkadang ada serial tertentu yang penerbitannya berhenti begitu saja. Ada beberapa alasan yang diberikan oleh Ibu Sari kenapa hal tersebut dapat terjadi. Pertama dikarenakan pengarangnya sedang hiatus, seperti Hunter x Hunter atau Topeng Kaca (Garasu no Kamen), jadi memang manganya sendiri belum lanjut di Jepang. Kedua dikarenakan jarak antara rilis volume berikutnya terlalu lama, dan ketiga karena kontrak lisensinya hangus.
Selain itu ada juga kasus di mana pengarangnya sendiri yang meminta agar pemberian lisensi ke penerbit asing dihentikan, seperti yang terjadi dengan Master Keaton. Karena sudah terlanjur menerbitkan 10 volume pertamanya, Elex Media lanjut mengajukan permohonan untuk dapat menerbitkan delapan volume sisanya, dan bahkan memberi penawaran untuk merilis ulang serial tersebut dari volume awal dalam bentuk edisi “deluxe”. Tetapi kedua opsi tersebut tidak diterima oleh pihak Jepang karena ditolak oleh pengarangnya. “Penerbit Jepang sangat menghormati keputusan dari para komikusnya, terlebih jika mereka menjadi populer, karena mereka adalah aset bagi para penerbit.”
Tak hanya manga, tetapi Elex Media juga telah merilis beberapa novel ringan, walaupun novel-novel tersebut biasanya berkaitan dengan judul manga populer seperti Attack on Titan di 2016 dan Detective Conan hingga kini. Sebelumnya Elex Media pernah mencoba menerbitkan novel ringan romansa, tetapi kurang diminati. Elex Media sendiri juga merilis novel One Piece dan Naruto. “Menerbitkan novel-novel ini juga adalah bagian dari cara untuk meraih audiens yang tertarik dengan serial atau genre tertentu, tetapi tidak suka membaca komik,” ucapnya.
Jika novel ini cukup laris di pasaran, bukan tidak mungkin kalau Elex Media akan mencoba untuk melisensi novel ringan lebih banyak lagi. Dan dengan banyaknya anime yang diadaptasi dari novel ringan, para pembaca juga lebih sadar dan familiar akan keberadaan novel ringan. Tetapi Elex Media perlu mempertimbangkan terlebih dahulu apakah pasar domestik untuk penerbitan novel ringan cukup menguntungkan atau tidak untuk dilanjutkan, sembari maju perlahan-lahan.

Dulunya, Elex Media juga pernah menerbitkan artbook seperti dari serial Magic Knight Rayearth karya CLAMP. Akan tetapi, di saat ini Elex Media tidak menerbitkan artbook seperti itu karena untuk dapat mereproduksi karya ilustrasi di dalamnya dengan kualitas yang baik akan memakan biaya yang hampir sama dengan terbitan aslinya. “Mungkin tidak akan ada bedanya dengan para fans membeli artbook Jepang aslinya”, ucap Ibu Sari.
Bersambung di bagian ketiga.
KAORI Nusantara | Terjemahan dari artikel The Indonesian Anime Times | Laporan oleh Halimun Muhammad, Dody Kusumanto, dan Videtra Reynaldi | Dokumentasi foto oleh Halimun Muhammad | Terjemahan oleh Caesar E.S.
akhirnya artikel yang saya tunggu-tunggu terbit. Jadi lebih mengetauhi banyak hal mengenai penerbitkan komik dari sini.