Jatuh Bangun dan Membungkam Keraguan
Menepikan sejenak semua tanya yang ada, pada 20 April 2017, rangkaian 203-106F ini akhirnya memulai dinasan dengan komposisi anti-mainstreamnya. Sempat diragukan kekuatannya, KRL ini memang mengalami beberapa kali tripping di hari-hari awal perjalanannya yang seolah menambah pesimis, apakah rangkaian ini mampu bertahan lebih lama. Namun, makin hari rangkaian ini tidak lagi menemui kendala dalam berdinas, dan terhitung “berhasil” meskipun cukup membuat hati berdebar kalau-kalau terjadi gangguan sewaktu-waktu saat ditumpangi.

“Sukses” membuat rangkaian formasi 10 kereta berkomposisi 4M6T dengan rangkaian 203-106F, membuka kemungkinan adanya rangkaian formasi 10 berkomposisi sama berikutnya dari sisa 2 unit kereta mangkrak KRL seri 203 lainnya, TC’202-1 dan TC203-1. Benar saja, kedua kereta ini kemudian digabungkan dengan rangkaian 203-109F untuk menjadikannya berformasi 10 kereta. Penggabungan 2 unit kabin tersisa yang diletakkan berhadapan pada urutan kereta 5 dan 6 ini membuat rangkaian 203-109F terpisah menjadi 2 trainset yang dihubungkan dengan kabel Multiple Unit (MU), dengan susunan 5 kereta berkomposisi 2 kereta motor dan 3 kereta trailer (2M3T) tiap trainset.

Tetapi tak seperti pada rangkaian 203-106F, komposisi kereta trailer asli pada rangkaian ini tak digeser mendekati kereta berkabin dan kedua unit kereta TC yang ditambahkan hanya diletakkan di tengah rangkaian. Kekhawatiran baru timbul karena TC’202-1 tidak memiliki unit MG dan CP seperti M’202-1 yang dibiarkan tetap ada dan digunakan, dan ditakutkan suplai kelistrikan rangkaian tidak sekuat rangkaian 203-106F. Rangkaian ini pun mulai beroperasi dengan formasi barunya pada tanggal 11 Mei 2017, dan untungnya, hingga kini tidak mengalami kendala sebagaimana yang dikhawatirkan sebelumnya.



Suksesnya kedua rangkaian rekayasa anti-mainstream ini berhasil membungkam keraguan banyak pihak akan kehandalannya, setidaknya hingga saat ini. Namun demikian, beberapa pertanyaan mungkin timbul, diantaranya mengapa 2 rangkaian ini tetap kuat beroperasi meskipun memiliki hanya 4 kereta penggerak, dan bagaimana suplai kelistrikan tak terganggu meskipun hanya 2 MG yang bekerja di rangkaian 203-109F?
Tak perlu menuju ujung langit untuk menemukan jawabannya. Meskipun umumnya rangkaian KRL dari JR East memiliki komposisi kereta penggerak lebih banyak -atau minimal sama- daripada jumlah kereta gandengannya, ternyata dalam beberapa kesempatan dapat pula rangkaian tersebut beroperasi dengan komposisi jumlah kereta penggerak yang lebih sedikit dari kereta gandengannya, dengan catatan tidak terlampau jauh perbandingannya.
KRL seri 203 memiliki motor traksi berdaya sebesar 150 kW di setiap motornya yang masih memungkinkan untuk menggerakkan beban yang sedikit lebih banyak dengan keadaan tetap optimal. Jika dikalikan dengan jumlah 16 motor traksi dari 4 kereta motor (dalam 1 kereta terdapat 4 motor traksi) maka dihasilkan daya yang cukup besar, sekitar 2400 kW untuk menggerakan satu rangkaian formasi 10 kereta. Hanya saja, pengendalian yang terlalu terburu-buru seperti melompati tingkatan (step) tuas notch tenaga saat awal bergerak (unset) tentu akan mengakibatkan tripping karena motor memerlukan arus beberapa kali lipat dari arus nominal kerjanya saat mulai bergerak (starting).
Pertanyaan berikutnya yang timbul, mengapa meskipun rangkaian 203-109F hanya memiliki 2 unit MG, suplai daya untuk kelistrikan rangkaian seperti pendingin udara (AC), lampu dan sebagainya tak terganggu? Lagi-lagi karena kapasitas yang besar dari MG tersebut (sebesar 190 kVA tiap unitnya). 1 unit MG pada KRL seri 203 mampu menyediakan daya untuk 5 unit kereta tanpa terganggu. Dari 2 MG, bisa didapat daya mencapai 380 kVA yang digunakan untuk melayani beban AC dan kelistrikan di rangkaian formasi 10 kereta. Inilah mengapa suplai listrik tetap optimal meskipun terlihat memiliki beban yang lebih berat. Sedikit lebih baik pada rangkaian 203-106F yang memiliki 3 MG, mampu menghasilkan daya mencapai 570 kVA untuk melayani 10 unit kereta, sehingga setiap MG tidak terlalu diforsir dalam bekerja.
Setelah kedua rangkaian tersebut beroperasi dengan formasi 10 kereta, jumlah rangkaian KRL Jabodetabek formasi tersebut pun bertambah menjadi 34 rangkaian (diluar KRL seri 6000 rangkaian 6119F dan 6132F yang baru datang dan belum siap berdinas), dengan berkurangnya rangkaian formasi 8 kereta menjadi 34 rangkaian.

Sejauh ini, kehadiran 2 rangkaian KRL seri 203 dengan formasi 10 kereta cukup menjadi solusi sementara sambil menantikan tambahan rangkaian dari KRL seri 6000 formasi 10 kereta dari Tokyo Metro. Paling tidak, kehadiran rangkaian formasi 10 kereta baru ini dapat memperkuat dukungan armada untuk operasional KRL Jabodetabek, dan diharapkan dapat mengurai kepadatan akibat banyaknya KRL formasi 8 kereta yang beredar di jalur Bogor.
Pada saat ini, dapat disimpulkan bahwa KCJ jelas masih sangat membutuhkan banyak tambahan rangkaian KRL dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat untuk mengoptimalkan pelayanan kepada pengguna jasa KRL komuter Jabodetabek yang kini telah menembus lebih dari 1 juta penumpang per harinya. Apakah nantinya akan ada lagi perubahan formasi dari rangkaian lainnya untuk memperkuat dukungan sarana armada? Biarkan waktu menjawabnya.
Cemplus Newsline by KAORI | Faris Fadhli (Menyenangi kereta api sejak kecil, mulai aktif menulis seputar perkeretaapian sejak kelas 3 SMP, pengamat teknis dan gemar meneliti hal-hal kecil dan detail yang sebetulnya penting namun sering terabaikan dalam perkeretaapian)