Sejak bulan April 2017 lalu, ranah perkeretaapian komuter Jabodetabek yang dilayani armada kereta rel listrik (KRL) mendapat dukungan dua rangkaian KRL dengan formasi 10 kereta. Bukan armada yang baru saja datang dari Jepang, melainkan armada lama yang direkayasa kemampuannya untuk menambah kapasitas angkut, di tengah masalah keterbatasan sarana yang mendera untuk pengoperasian layanan. Kedua rangkaian tersebut adalah rangkaian KRL seri 203 eks-East Japan Railway Company (JR East) yang telah beroperasi di Jabodetabek sejak 2011 lalu. Datang dengan formasi 10 kereta, lalu dikurangi menjadi 8 kereta, kini kedua rangkaian tersebut kembali dijadikan 10 kereta meskipun dengan komposisi berbeda. Seberapa efektif dan apakah menjadi solusi yang tepat untuk saat ini?
GAPEKA 2017 dan Balada Defisit Armada
Saat ini, PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) selaku operator perjalanan KRL komuter wilayah Jabodetabek tengah menghadapi problematika keterbatasan armada. Perubahan jadwal dan alokasi operasi rangkaian akibat pemberlakuan Grafik Perjalanan Kereta Api (GAPEKA) 2017 menyebabkan semakin banyaknya rangkaian yang dibutuhkan untuk mengangkut penumpang. Dibukanya layanan KRL lintas Barat dari Tanah Abang yang sebelumnya hanya sampai Maja dan kini telah sampai ke Rangkasbitung, menyebabkan semakin banyaknya kebutuhan rangkaian KRL untuk menggantikan kereta api (KA) lokal relasi Angke – Rangkasbitung yang dihapuskan layanannya.
Per tanggal 1 April 2017, KCJ memiliki 18 rangkaian formasi 12 kereta, 32 rangkaian formasi 10 kereta, 36 rangkaian formasi 8 kereta, dan 7 rangkaian formasi 4 kereta yang siap digunakan untuk beroperasi melayani lebih dari 890 perjalanan setiap harinya di GAPEKA baru ini. Jika dijumlahkan, sebanyak 91 rangkaian tersedia dan melewati kebutuhan operasi yang hanya 80 rangkaian setiap harinya. Namun, tentunya tidak semua rangkaian dapat beroperasi setiap hari karena ada jadwal perawatan yang harus dipenuhi dan bergantung pada kondisi rangkaian tersebut untuk beroperasi di hari itu. Rangkaian dengan kondisi prima dan siap operasi (SO) dan tidak menjalani perawatan berkala di hari itu, berlaku sebagai rangkaian cadangan.
Dari jumlah diatas, jika dirinci per seri, dapat disimak dalam tabel sebagai berikut:

18 rangkaian formasi 12 kereta terdiri dari 1 rangkaian KRL seri 203 dan 17 rangkaian KRL seri 205 eks-JR East. Lalu, 32 rangkaian formasi 10 kereta terdiri dari 6 rangkaian KRL seri 6000 eks-Tokyo Metro dan 26 rangkaian KRL seri 205 eks-JR East. Sedangkan 36 rangkaian formasi 8 kereta terdiri dari 2 rangkaian KRL seri 1000 eks-Toyo Rapid, 7 Rangkaian KRL seri 05, 2 rangkaian KRL seri 5000, 11 rangkaian KRL seri 6000 dan 3 rangkaian KRL seri 7000 eks-Tokyo Metro, 2 rangkaian KRL seri 8000 dan 6 rangkaian KRL seri 8500 eks-Tokyu, serta 3 rangkaian KRL seri 203 eks-JR East. Untuk rangkaian formasi 4 kereta, seluruhnya adalah KRL INKA-Bombardier yang dikenal dengan sebutan KRL KFW.
Meskipun terlihat banyak, ternyata untuk mengakomodir perjalanan KRL Jabodetabek pada GAPEKA 2017, jumlah rangkaian tersebut masih jauh panggang dari api. Peningkatan jumlah perjalanan dan pengalokasian rangkaian formasi 10 kereta sebanyak 16 rangkaian di jalur barat KRL Jabodetabek, lintas Tanah Abang – Rangkasbitung membuat alokasi rangkaian 10 kereta untuk jalur lainnya (Bekasi-Central Line, Bogor-Central Line dan Bogor-Loop Line) berkurang dalam jumlah yang signifikan.
Setelah GAPEKA 2017 berlaku, Jalur Bekasi-Central Line (lintas Bekasi – Manggarai – Jakarta Kota) hanya mendapat alokasi 7 rangkaian formasi 10 kereta. Jumlah ini tidak berubah dari kondisi terakhir saat GAPEKA 2015 masih berlaku, dan tidak terlalu berpengaruh, terlebih dengan adanya 4 rangkaian formasi 12 kereta di jalur tersebut. Hanya saja, situasi dengan ketimpangan yang jauh lebih terasa di jalur Bogor, baik Central Line (lintas Bogor – Manggarai – Jakarta Kota) maupun Loop Line (lintas Bogor – Manggarai – Angke).
Sebagai jalur tersibuk dari seluruh lintas pelayanan KRL Jabodetabek, jalur Bogor justru hanya mendapat alokasi 7 rangkaian formasi 10 kereta! Meskipun ditunjang dengan 14 rangkaian formasi 12 kereta, dari 44 rangkaian yang beroperasi di jalur tersebut setiap harinya, hampir separuhnya ditunjang oleh KRL formasi 8 kereta, sebanyak 23 rangkaian. Mengingat kepadatan jalur tersebut yang luar biasa, tentu bukan hal menyenangkan mengetahui fakta tersebut. Jalur Bogor yang biasa dimanjakan dengan banyak rangkaian formasi 10 dan 12 kereta pada GAPEKA 2015, kini harus mengalah karena 16 rangkaian formasi 10 kereta harus melayani jalur Rangkasbitung setiap harinya, tanpa adanya pembatalan perjalanan di hari libur atau akhir pekan.
Kondisi ini mengakibatkan penumpang lintas Bogor setiap harinya harus kembali berdesakan karena mayoritas perjalanan dilayani KRL formasi 8 kereta saja. Meskipun jumlah rangkaian memang tercukupi, namun kapasitas angkut per perjalanan jelas menurun drastis. Efeknya, nyaris setiap perjalanan KRL yang dilayani rangkaian formasi 8 kereta di waktu sibuk hari kerja menyebabkan penumpukan sisa-sisa penumpang di stasiun-stasiun padat penumpang karena tidak dapat terangkut KRL formasi 8 kereta. Jangan tanyakan kondisi dalam rangkaian yang tentu penuh sesak oleh mereka yang memaksakan diri berdesakan ria agar tidak terlambat beraktifitas.
Bersambung ke halaman berikutnya