Setiap orang memiliki karakter fiksi favoritnya dengan berbagai macam alasan dan dari berbagai macam konten hiburan. Karakter itu bisa mengubah bagaimana cara pandangnya terhadap dunia. Bisa juga, karakter itu “melengkapi dirinya.” Beberapa alasan yang membuat orang mengidolakan suatu karakter antara lain karena “motivasi si karakter sangat membuatku salut,” atau “karena dia relatable.” Contoh dari alasan pertama, bagaimana fenomena Joker menjadi tren di tahun lalu.

Contoh dari alasan kedua, saya tak heran bila banyak orang mengidolakan karakter yang sering dilabeli “gue banget.” Contoh saja Hachiman Hikigaya dari anime My Youth Love Romantic Comedy as Wrong as I Expected (Oregairu). Karakter seperti Hachiman memang “cocok” dengan remaja yang merasakan ada “kekurangan” atau lack (meminjam istilah dari buku Yulius, 2019) dalam diri mereka. Remaja yang sedang mencari jati diri lebih mudah mengidentifikasi dirinya pada Hachiman karena merasa “dekat” dengannya. Dia “menolak masyarakat” dan juga lebih suka menyendiri untuk “menjauhkan diri dari orang-orang bodoh”. Apalagi, catchphrase Hachiman memang sangat menohok. “Orang bodoh yang menikmati masa mudanya harusnya mati saja!” Percayalah, saya juga mengalaminya.

Hachiman sang remaja “gue banget” (© Watari Wataru, Shogakukan / Yahari Kono Seisaku Iinkai wa Machigatte iru)

Di masa SMA, Hachiman memang terasa relatable. Dengan bodohnya, saya mengecapnya sebagai “diri ideal” tanpa berpikir kritis dan lebih jauh. Saya terkungkung dalam zona nyaman “the Hachiman’s way” bertahun-tahun. “Menjadi Hachiman adalah cara saya untuk memenuhi diri saya.” Semua saya ikuti, termasuk selalu berpikir negatif pada semua hal termasuk diri saya. Namun seiring bertambahnya usia, saya mulai meninggalkan dirinya. Anehnya, saya kemudian menemukan “diri saya” pada karakter-karakter moe.

Awalnya, saya melepeh anime dengan tema cute girls doing cute things. Saya merasa kurang bisa dekat dengan mereka terutama di masa-masa SMA. Tidak ada konflik dan tidak ada hal-hal menegangkan dalam hidup mereka. Mereka juga tak mencoba mengkritisi realitas sosial yang ada. Seakan-akan, mereka hidup lempeng dan hanya penuh dengan kue bahkan kopi yang manis. Coba saja tengok Is the Order a Rabbit? atau Golden Mosaic. Saya turut ikut mengecap keduanya sebagai anime untuk para lolicon pada saat itu. Anehnya seiring dengan bertambahnya usia, saya malah menjilat ludah saya sendiri dan makin menikmati anime moe. Bahkan, kemudian saya lebih dekat secara personal pada beberapa karakternya, dari Kaoruko Moeta dari anime Comic Girls sampai Mikage Sakurai.

Moe

Sebelum masuk ke alasan saya makin menikmati media moe, mari membahas moe terlebih dahulu. Saya banyak terinspirasi dari buku Galbraith, The Moe Manifesto (2014). Galbraith mengulik moe dari sudut pandang orang dalam dan menjabarkan apa itu moe. Kata ini sendiri mulai muncul dalam forum daring anime dan manga pada dekade 1990-an di Jepang. Definisi harfiahnya berasal dari kata moeru. Seharusnya, kata ini berarti “berapi-api” (燃える), tapi dalam percakapan menggunakan komputer pengetikannya otomatis ditampilkan oleh sistem komputer menjadi kata kerja lain yang bunyinya sama (萌える) yang berarti “menguncup.” Yang disimpulkan oleh Galbraith dari situ adalah bahwa moe berarti “respons afeksi terhadap karakter fiksi.” Sementara, karakter yang memicu respon tersebut disebut moe kyara. Condry (2011) menyebut bahwa karakter ini memicu respons “keinginan merawat dan membesarkan mereka.” Lebih lanjutnya, dia menjelaskan bahwa moe kyara juga dapat memantik keinginan membara terhadap karakter.

Saat ini, moe lebih identik dengan anime bertema cute girls doing cute things. Pada kemunculannya, kata ini diasosiasikan pada karakter bishoujo secara keseluruhan. Meski begitu, konsep utamanya masih sama yakni “melengkapi diri” pihak yang menyukainya dengan cara “mencintainya.” Hiroki Azuma (dalam Galbraith, 2014) mengatakan bahwa tren moe ini tidak menjual narasi, melainkan banyak karakter imut. Anime dengan tema tersebut tak membutuhkan cerita untuk menarik orang untuk mengonsumsi dan mencintai mereka. Pengarang lebih fokus mengembangkan karakter karena audiens lebih menginginkan mereka.

Puncak moe boom di tahun 2009 © Kakifly • Houbunsha/Sakura High School Light Music Club

Meski moe boom sendiri dibilang sudah berhenti di tahun 2009 (Higashimura dalam Galbraith, 2014), pasar untuk serial moe tetap ada. Untuk dewasa ini, kita bisa mengambil contoh serial-serial dari majalah-majalah Manga Time Kirara terbitan Houbunsha yang menaungi Is the Order a Rabbit? dan Golden Mosaic. Judul-judul di Manga Time Kirara juga lah yang membuat saya menyukai moe. Begitu menyelam, ternyata karakter-karakter itu lebih relatable dibanding karakter-karakter anime shounen dan bahkan seorang Hachiman. Merekalah yang mengajari saya “memenuhi diri” dengan cara yang lain.

Mikage Sakurai

Kebanyakan manga dalam Manga Time Kirara yang diadaptasi menjadi anime tidak banyak menjual narasi serta lebih fokus pada karakter. Contoh saja Asteroid in Love (Koisuru no Asteroid) yang tayang pada musim dingin (Januari-Maret) 2020 ini. Premisnya sederhana, Mira Konohata bertemu dengan Ao Manaka. Kemudian, keduanya ingin mewujudkan mimpi bersama mereka lewat aktivitas di klub ilmu kebumian SMA mereka. Namun, saya tak menemukan diri saya pada dua karakter utama dan malah pada karakter pendukung, Mikage “Sakura-senpai” Sakurai.

© Quro ⋅ Houbunsha/ Hoshizaki High School Earth Sciences Club

Saya seperti bercermin saat melihat karakter yang disuarakan Nao Toyama satu ini. Dia dingin, arogan, kaku, sinis, skeptis, anti-kritik, sok ideal, dan juga sok perfeksionis. Baginya, pilihannya adalah tujuan yang paling sempurna dan orang lain harus manut. Dia merasa hanya butuh tenaganya sendiri untuk menyelesaikan sesuatu, namun juga mudah minder. Standar keberhasilan yang ia patok sangat tinggi, namun tak memilki kepercayaan diri untuk mencapai standar itu. Dia menganggap hal itu mustahil kemudian membuang kesempatan bahkan sebelum mencoba.

Aktivitas Mikage di klub ilmu kebumian yang kemudian menjadi titik balik baginya untuk perlahan berubah. Saat persiapan festival budaya misalnya, sikap arogan dan sok perfeksionisnya harus ia kubur agar dapat berkompromi dengan tujuan klubnya. Daripada menyerah sebelum mencoba, Mikage kemudian dibujuk untuk menurunkan standarnya. Yang penting, program mereka jalan. Mikage kemudian setuju meski tetap dengan “caranya.” Sikap Mikage ini yang kemudian langsung mengingatkan saya pada masa-masa Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang menjadi titik balik saya.

© Quro ⋅ Houbunsha/ Hoshizaki High School Earth Sciences Club

Sepanjang serial, saya makin merasa kalau Mikage ini layaknya cetak diri saya dalam moe kyara. Kami juga kurang lebih berbagi sisi baik dan sisi lembut yang sama. Kami juga memiliki ketakutan yang sama. Ketika teman-temannya memiliki mimpi mereka sendiri dan telah melangkah jauh dengan mimpi mereka, dia masih berada di tempat karena takut melangkah. Cita-citanya juga tak sejelas teman-temannya dan mudah merasa inferior karena itu. Di episode sembilan, dia mengakui kalau dia selalu direpotkan oleh dirinya sendiri. Dengan kata lain, dia menerima sisi negatifnya itu.

Kalimat sederhana itu benar-benar mengena ke hati saya. Sama halnya Mikage, saya melunak begitu menerima kenyataan bahwa hidup adalah proses dan membutuhkan orang lain dalam berproses. Ketika bisa menerima sisi itu dalam diri, hidup jadi lebih tenang. Berpikir simple dan tetap terus melangkah adalah suatu hal yang baru “kami” sadari setelah menemukan titik balik masing-masing.

© Quro ⋅ Houbunsha/ Hoshizaki High School Earth Sciences Club

Penutup: Tidak Masalah Menyukai Moe

Saya rasa, tak masalah Anda menyukai menyukai anime bertema cute girls doing cute things yang penuh dengan moe kyara. Tidak selamanya judul-judul tersebut sekadar lolicon bait, tergantung bagaimana kita memandang. Malahan dengan tanpa prasangka negatif, kita bisa mendapatkan perspektif yang mungkin tak kita miliki sebelumnya, sebagaimana disarankan dalam video membahas anime cute girls di kanal YouTube Under the Scope.

Fokus media moe adalah ke karakternya. Hal itulah yang memudahkan kita untuk fokus ke perkembangan karakternya. Karena karakternya yang relatable, mudah bagi kita untuk menemukan “cermin” diri kita di sana. Mencintai moe kyara bisa dapat menambal kekurangan kita dengan cara mencintai “bayangan diri” pada karakter yang relatable tersebut. Tak hanya sebatas “menumbuhkan” mereka dengan “semangat yang membara,” malahan kita bisa berproses bersama. “Menumbuhkan” mereka sembari “menumbuhkan” diri kita sendiri.

Mungkin untuk saya pribadi, saya seperti bercermin pada Mikage. Bayangan saya pada dirinya mengubah konsep lack yang selama ini saya sematkan pada Hachiman. Hachiman adalah “sosok ideal” untuk “memenuhi diri saya dengan sosoknya.” Sementara, Mikage menjadi “sosok ideal” karena saya merasa “utuh dengan diri saya sendiri” saat bercermin padanya—terlepas dari baik dan buruknya diri saya, sesuatu yang Hachiman tak “ajarkan” pada saya. Melihat keinginannya untuk melangkah, memberi saya motivasi untuk menyelesaikan tugas akhir. Melihat dia “tumbuh,” memberi saya keinginan untuk ikut berubah. Dia “menambal” diri saya dengan cara “mencintai diri saya sendiri” dalam bentuk moe kyara.

© Quro Houbunsha/ Hoshizaki High School Earth Sciences Club

Referensi

  • Barber, N. 2019. “Joker: Pembunuh Keji hingga Korban Perundungan, Siapa yang Pantas Perankan Musuh Batman Ini?” BBC Indonesia. Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/vert-cul-50011128 pada tanggal 27 Maret 2020.
  • Condry, I. 2011. “Love Revolution: Anime, Masculinity, and the Future.” Dalam Recreating Japanese Men. Editor Frühstück, S. & Walthall, A. University of California Press. Berkeley and Los Angeles. CA. US.
  • Galbraith, P. G. 2014. The Moe Manifesto: An Insider’s Look at the Worlds of Manga, Anime, and Gaming. Tuttle Publishing. North Clarendon. VT. US.
  • Mulya, Hendra Aditya. 2017. Perilaku Introvert pada Tokoh Hikigaya Hachiman dalam Anime Yahari Ore no Seishun Rabu Come wa Machigatteiru Karya Ai Yoshimura. Skripsi, Universitas Brawijaya.
  • Under The Scope. 2018. “Cute Girls Anime is Good (and Feminist).” Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=y-9vRCpkL98&t=1s pada tanggal 27 Maret 2020.
  • Yulius, H. 2019. C*bul: Perbincangan Serius tentang Seksualitas Kontemporer. Cetakan Pertama. CV. Marjin Kiri. Tangerang. Indonesia.

Referensi Anime

  • Asteroid in Love. Season 1. Episode 1, 5, 6, 9.
  • My Youth Love Romantic Comedy as Wrong as I Expected. Season 1. Episode 1.

Ditulis oleh Rizki Maulana A | Artikel ini adalah pendapat pribadi dari sang penulis dan tidak berarti merefleksikan kebijakan maupun pandangan KAORI Nusantara.

KAORI Nusantara membuka kesempatan bagi pembaca untuk menulis opini tentang dunia anime dan industri kreatif Indonesia. Opini ditulis minimal 500-1000 kata dalam bahasa Indonesia/Inggris dan kirim ke halo@kaorinusantara.or.id

2 KOMENTAR

  1. Ane juga suka sama Mikage tapi gak sampai ke titik “menemukan diri sendiri”. Ane cenderung merasa kalo Mikage itu lebih dekat dengan realita dan itu bagus. Dia orangnya emang idealis tapi gak pede. Tapi kalo yang moe sih ya sukanya sama Toshino Kyoko dari YuruYuri. Lucu aja tingkahnya sangat carefree nan random. Jadi bisa mikir kalo hidup itu ya dibawa asik aja.

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.