Doujinshi seringkali dipahami orang sebagai karya independen yang memparodikan karya yang sudah ada. Namun pada kenyataannya, cakupan dari doujinshi cukup luas, tidak harus berupa karya parodi, bahkan bisa berupa karya non fiksi. Salah satu jenis dari doujinshi adalah “doujinshi informasi,” yang merupakan karya independen yang berisi kumpulan informasi dan analisis mengenai suatu subjek, misalnya tentang Gundam, yang dibuat oleh penggemar hal tersebut. Doujinshi jenis ini juga bisa menjadi saluran untuk memublikasikan hasil penelitian mengenai topik-topik fandom seperti yang dilakukan oleh Mitsuru Souda dengan penelitiannya mengenai moe (lihat wawancaranya dalam buku The Moe Manifesto (Galbraith, 2014)). Bahkan selama 3 dekade penyelenggaraan Comiket, selaku event doujinshi terbesar di Jepang, diperkirakan 1,4% circle yang berpartisipasi di sana adalah circle yang merilis karya-karya berupa kritik, maupun buklet informasi (data daridari C Market Preparations Committee, 2008).
Rupa-rupanya, produk bergenre “doujinshi informasi” ini juga ada dalam dunia doujinshi di Indonesia, salah satunya adalah buklet informasi berjudul Buku Pintar: Seri Boys Love yang ditulis oleh seorang insan bernama pena “kalengjelek.” Buklet ini menunjukkan bahwa dunia karya independen dari fans untuk fans alias doujinshi di Indonesia tidak terbatas hanya fan art maupun komik parodi dari karya yang sudah ada, namun juga mencakup sebuah karya informatif yang dibuat oleh fans yang cukup menguasai bidangnya. Hal ini menunjukkan potensi yang dimiliki fans untuk menghasilkan pengetahuan mengenai apa yang ia sukai dan kuasai, sembari membuka ruang dialog yang konstruktif.
Dalam buklet karya kalengjelek ini, dipaparkan berbagai informasi mengenai genre boys love (BL), alias percintaan sesama jenis antara pria dengan pria, seperti misalnya yaoi, juga tentang para pecinta genre boys love ini, yang juga dikenal sebagai kaum fujoshi/fudanshi. Pembaca akan dipaparkan dengan informasi menarik dan komprehensif mengenai genre BL, termasuk sejarahnya, kritik terhadap genre tersebut dan perdebatannya, sampai masalah sensor atas genre BL. Selain itu dipaparkan juga sumber-sumber asupan konten BL di internet, panduan tempat-tempat yang berhubungan dengan BL yang bisa dikunjungi di Jepang, hingga istilah-istilah dalam genre BL.

Yang menarik, Buku Pintar: Seri Boys Love ini sendiri adalah sebuah parodi dari serial Buku Pintar, sebuah serial buku kumpulan pengetahuan umum yang ditulis oleh Iwan Gayo, lengkap dengan desain cover depan yang sangat mirip dengan cover depan dari Buku Pintar: Seri Senior versi cetakan era 1990-an. Pernah membaca Buku Pintar? Bayangkan saja membaca buku tersebut, namun isinya ya tentang BL, lengkap dengan sejumlah lelucon yang menyindir kaum fujoshi itu sendiri dalam judul tiap babnya, dan juga kalimat penutup yang humoris, yang membuat buklet ini cukup ringan untuk dibaca.
Namun terlepas dari status parodi dan juga sejumlah aspek humoris yang ada di dalamnya, buklet ini dibuat dengan cukup serius. Dalam daftar pustaka di buklet ini, pembaca akan menemukan banyak referensi-referensi ilmiah dari sejumlah buku, esai, hingga penelitian mengenai BL dan para penggemarnya, yang ditulis oleh para peneliti dari Jepang dan negara lainnya, dalam. Dan meskipun buklet ini diklaim dibuat hanya untuk kesenangan, namun sang penulis ternyata juga pernah melakukan penelitian ilmiah mengenai BL untuk kepentingan studinya di universitas. Karena itu, sejumlah konten dari buklet ini boleh jadi berisi sejumlah referensi dari pengalaman penelitiannya tersebut.

Dalam buklet ini, pembaca juga akan menemukan sejumlah detail, seperti beragam perspektif mengenai BL, hingga subjek-subjek kontroversial seperti pandangan kaum gay dan feminis mengenai genre BL. Sebagaimana yang disebutkan oleh Matt Thorn, seorang intelektual dari Fakultas Manga, Universitas Kyoto Seika, yang juga seorang feminis dan transgender, di kalangan kaum gay di Jepang, terdapat beragam pandangan mengenai genre BL, dan juga terdapat beragam sikap para penggemar genre BL terhadap isu-isu LGBT (Lesbian, Gay, Bisex, Transgender). Karenanya perlu diperhatikan bahwa isu mengenai BL ini tidaklah hitam putih.
Di tengah-tengah daftar pustaka yang cukup mendetail tersebut, penulis mungkin bisa mempertimbangkan untuk turut menambahkan referensi yang cukup terkini mengenai BL, seperti video “A gay man’s opinion about yaoi/BL” (2018) dari vloger feminis LGBT, Masaki C Matsumoto, untuk menambahkan lebih banyak pandangan dari kaum gay terhadap BL. Atau bagaimana kaum fujoshi di komunitas tertentu yang harus menghadapi konflik antara identitas agamanya dengan identitasnya sebagai pecinta BL, sebagaimana bisa ditemukan dalam karya Jessica Bauwens-Sugimoto (2016) atau Ni Nyoman Wira (2014), yang cukup relevan dengan posisi Indonesia di tengah-tengah fenomena “globalisasi” BL. Tentu itu kalau penulis tertarik untuk “mengupdate” bukletnya di kemudian hari.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, buklet ini tetap berhasil mempersembahkan informasi mengenai BL yang komprehensif, disertai dengan referensi-referensi ilmiah yang memadai, dan juga mempersembahkan sejumlah pandangan-pandangan menarik mengenai BL kepada para pembacanya. Dari diskusi mengenai bagaimana sejumlah kebudayaan seperti Eropa maupun Arab digambarkan dalam karya-karya BL, hingga istilah-istilah yang digunakan para penggemar BL mengejawantahkan fantasi-fantasinya. Bagi para pecinta BL, buklet ini adalah bacaan menarik yang bisa menambah pengetahuan mereka akan genre yang mereka cintai ini, sementara bagi pihak lain, buklet ini menarik dibaca untuk mempelajari lebih lanjut mengenai apa itu BL, berdasarkan sudut pandang dari para pecintanya. Dan dengan referensi-referensi yang ada.
Buku Pintar: Seri Boys Love ini awalnya sempat diedarkan dan dijajakan secara independen (sebagaimana karya doujinshi pada umumnya), pada ajang Comic Frontier X yang digelar pada 3-4 Maret 2018 lalu, dan merupakan salah satu ajang pasar komik dan doujinshi terbesar di Indonesia. Rasa-rasanya akan menarik untuk dicermati apakah ke depannya akan ada lagi “doujinshi-doujinshi informasi” seperti ini dalam dunia per-doujin-an di Indonesia, di mana fans membuat sumber informasi yang informatif, lagi menghibur terhadap apa yang disukainya.
Update: penulis buklet ini telah memuat versi digitalnya yang bisa dibaca gratis di sini.
- Bauwens-Sugimoto, Jessica (2016), Negotiating Religious and Fan Identities: “Boys’ Love” and Fujoshi Guilt,” in Mark McLelland (ed.), The End of Cool Japan: Ethical, Legal and Cultural Challenges to Japanese Popular Culture (London and New York: Routledge), pp. 184-195.
- Comic Market Preparations Committee (2008), “What is the Comic Market?” http://www/comiket.co.jp/info-a/WhatIsEng080225.pdf
- Galbraith, Patrick (2014), “Interview with Sōda Mitsuru: The Philomoe Association,” in The Moe Manifesto: An Insider’s Guide to the Worlds of Manga, Anime, and Gaming (Tuttle Publishing), pp. 144-151.
- Matsumoto, Masaki C (2018), “A gay man’s opinion about yaoi/BL,” in YouTube, https://www.youtube.com/watch?v=VTKla_21ARU
- Wira, Ni Nyoman (2014): “Fujoshi: Are They Really Rotten?” in An Ethnographic Journal, https://anthropapers.wordpress.com/2014/03/02/fujoshi-are-they-really-rotten/
KAORI Newsline | Ditulis pertama kali dalam bahasa Inggris The Indonesian Anime Times oleh Halimun Muhammad | Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Dody Kusumanto | Terima kasih kepada Book Girl and 3nisette yang turut membantu terwujudnya ulasan ini