“Kita banyak berspekulasi dan membahas mengenai cerita-cerita ini, namun dengan gampangnya tidak mengacuhkan mereka (para pengarang) yang membuat cerita-cerita ini.” – Anime Youtube has an Isekai Problem (Pause and Select)

Acara Comic Frontier 14 (CF 14) yang diselenggarakan pada tanggal 22-23 Februari 2020 turut menghadirkan sejumlah diskusi panel sebagai mata acaranya. Salah satu panel yang cukup mejadi perhatian bagi saya sendiri adalah panel di hari kedua yang bertajuk “Isekai dan Kebangkitan Karakter Perempuan Badass dalam Perspektif Perempuan.” Kenapa menjadi perhatian saya? Keberadaan panel ini bisa dibilang menjadi salah satu indikasi bahwa tren isekai masih menjadi topik yang menarik minat banyak orang untuk membahasnya. Tetapi secara umum membahas topik isekai ini masih tricky karena kajian mendalam yang bisa menjadi referensi terpercaya untuk topik ini masih sangat minim. Hal ini berbeda dari kalau kita, misalnya, hendak membahas topik-topik seperti BL, moe, lolicon, atau sekai-kei, yang mana bahkan ada sumber-sumber akademis dalam jumlah yang memadai untuk dijadikan referensi1.

Dalam situasi minimnya referensi seperti itu, kanal YouTube Pause and Select adalah salah satu dari sedikit pihak yang sejak 2018 telah konsisten berupaya menelaah topik isekai ini dengan serius dan mendalam. Joe yang mengumpulkan dan membawakan materi dalam kanal tersebut tidak hanya meneliti topik ini dengan membaca ratusan cerita isekai ia juga berpartisipasi menggunakan platform web novel Shousetsuka ni Narou (ke depannya akan disebut sebagai syosetu mengikuti alamat web yang digunakannya) di mana banyak cerita isekai yang kita lihat belakangan ini berasal. Ia memperhatikan blog-blog para pengguna yang menulis cerita di sana dan mewawancarai mereka. Selain rangkaian video mengenai isekai yang dimuat di kanal utamanya, ia juga memuat terjemahan wawancara-wawancara yang diizinkan untuk dimuat di laman Patreonnya untuk umum, dan juga membuat kritik-kritik mengenai perbincangan isekai yang berlangsung di internet dalam bentuk video maupun tulisan.

Saya sendiri bukanlah ahli mengenai isekai dan cerita isekai yang saya ikuti bisa dihitung dengan jari. Tetapi dengan mengikuti temuan-temuan yang dibawakan oleh sumber di atas dari riset-risetnya mengenai topik ini, saya jadi bisa mendapat gambaran sisi-sisi apa saja yang banyak luput dari perbincangan-perbincangan mengenai isekai yang banyak terlihat, termasuk dari yang setidaknya bisa saya amati seputar panel di CF sampai sesudah acaranya. Di sini saya ingin merangkum beberapa hal tersebut berdasarkan temuan-temuan yang sudah ada saat ini. Hal-hal ini tentu tidak bersifat final karena bisa saja ada temuan-temuan baru ke depannya, namun untuk sekarang setidaknya bisa menjadi pegangan referensi untuk pembahasan yang produktif mengenai isekai ke depannya.

Sebagai permulaan mari kita perhitungkan peran platform web novel yang juga pernah saya angkat dalam kesempatan lain. Dalam diskusi panel di CF 14, pemateri memang telah sempat menyinggung soal web novel, namun tidak secara detail membahas bagaimana cara kerja platform-platform web novel yang sebenarnya bisa membantu menjelaskan karakteristik-karakteristik isekai kekinian seperti plot formulaik yang juga disebutkan dalam sesi panel tersebut. Joe telah mengeluhkan banyaknya komentar mengenai isekai yang tidak mencari tahu lebih jauh seperti apa lingkungan syosetu dan bagaimana lingkungan tersebut mempengaruhi bagaimana cerita-cerita di syosetu diproduksi dan dikonsumsi.

Lingkungan Media Syosetu

Poin penting yang perlu diingat adalah bahwa pengguna situs web novel ini merupakan penulis amatir. Joe menyebutkan bahwa penulis-penulis yang telah dia ajak berdialog mengaku memiliki pekerjaan sehari-hari (bukan pengangguran sebagaimana diduga sebagian orang hanya karena tokoh dalam cerita mereka adalah NEET (not in education, employment, or training) atau hikikomori). Hanya penulis-penulis yang sudah sukses seperti Tappei Nagatsuki sang penulis Re:Zero yang kemudian bisa beralih profesi dari pekerjaan lama mereka menjadi penulis full time.

Mempertimbangkan bahwa menulis web novel aslinya merupakan kegiatan waktu luang bisa membantu menjelaskan tema-tema dan gaya penulisan yang lazim ditemui dalam situs-situs web novel seperti syosetu. Gaya penulisan yang seperti catatan harian (nikki choufuu), misalnya, disebut oleh penulis Re:Monster Kanekiru Kogitsune memudahkan dirinya untuk menulis dengan cepat (sampai bisa memuat konten baru setidaknya sekali sehari). Kemudian, setting dunia fantasi yang sering digunakan disebut oleh penulis lain juga merupakan cara untuk memudahkan penulisan, sebab penulis bisa lebih bebas membuat aturan-aturannya sendiri tanpa perlu melakukan banyak riset. Dibandingkan dengan penulis fiksi yang menggunakan setting historis, penulis fantasi tidak perlu berurusan dengan kritik-kritik mengenai akurasi sejarah2.

Regarding Reincarnation into Slime: salah satu novel narou-kei yang animenya telah tayang dan akan berlanjut ke musim kedua (© Taiki Kawakami • Fuse • Kodansha/”Tensura” Production Committee)

Setting fantasi tidak hanya memberi kebebasan dari tuntutan akurasi, namun juga sudah merupakan hal yang familiar bagi penulisnya. Sebagaimana dapat dilihat dari seringnya konsep-konsep seperti level, skill, job, dan lain-lainnya digunakan, banyak setting fantasi dalam cerita-cerita web novel ini terinspirasi dari role-playing video game, khususnya JRPG. Joe bahkan berkomentar bahwa banyak cerita ini bisa dibilang seperti narasi RPG, namun tanpa game-nya. Jika kita kembali mengingat bahwa para penulis memiliki latar belakang amatir, tidak heran jika mereka belajar menulis cerita bukan dari penulis professional, namun dengan mencontoh hal-hal yang memang sudah familiar bagi mereka. Dan bagi kebanyakan, hal yang sudah familiar itu adalah video game yang biasa mereka mainkan. Platform web novel telah menyediakan ruang bagi orang-orang untuk menulis cerita-cerita seperti game yang mereka sukai tanpa perlu repot-repot membuat game-nya.

Tetapi tentu bukan hanya game yang menjadi hal yang familiar yang mempengaruhi cerita penulis. Knight’s & Magic, misalnya, lebih banyak berfokus pada konsep robot-robotan (dan bagaimana otaku memperlakukan teknologi) dibanding kepada konsep-konsep game; sementara Ascendance of a Bookworm (Honzuki no Gekokujo) lebih banyak berkutat dengan keberadaan buku dan media penulisan dalam setting di mana sebagian besar masyarakatnya masih buta huruf. Joe juga telah mengangkat soal isekai masak-masak dan makan-makan seperti Isekai Shokudo dan Isekai Izakaya Nobu yang lebih bersumber dari budaya kuliner dan foodie daripada game. Ada juga contoh seperti Isekai Yakkyoku, di mana tokoh utamanya yang terlahir kembali memperkenalkan obat-obatan modern di dunia lain, atau Isekai Houtei di mana seorang pengacara gagal dibawa ke dunia lain untuk memperkenalkan sistem hukum Jepang. Singkatnya, tema dalam cerita isekai bisa bervariasi tergantung dari latar belakang penulisnya lebih familiar dengan minat-minat apa. Tetapi, sebagian variasi-variasi cerita ini kurang dikenal di luar Jepang karena yang diperhatikan oleh audiens di luar Jepang kebanyakan hanya seri-seri yang sudah atau akan dijadikan anime.

© Junpei Inuzuka, Katsumi Enami/Isekai Shokudou Production Committee

Selain dari referensi yang telah familiar bagi penulisnya, interaksi pengguna situs web novel juga turut menjadi pengaruh. Karena sifat amatirnya yang berarti tidak ada masukan dari editor profesional terlebih dahulu, cerita yang masih ditulis sebagai web novel lebih banyak menyesuaikan dengan umpan balik dari pembaca berupa skor atau komentar, atau dengan mempelajari apa yang dilakukan oleh penulis lain yang diikuti di platform tersebut. Jika sepertinya ada hal-hal yang sama yang sering ditemukan dalam cerita-cerita ini, itu karena pembuatnya belajar dari orang-orang lain yang memiliki minat atau melakukan hal yang sama. Tidak lupa, dalam lingkungan ini banyak pengarang yang menulis dengan menggunakan nama samaran, bahkan juga jarang menampilkan diri di publik. Hal ini membuat komentar terhadap cerita isekai yang berdasarkan spekulasi mengenai gender penulisnya sulit untuk dipertanggungjawabkan.

Mempertimbangkan konteks-konteks di atas, tidak heran jika mendefinisikan isekai menjadi hal yang sulit. Fenomena yang kita lihat tidaklah memiliki akar tunggal yang sama. Namun, sebagaimana dijabarkan sebelumnya ada berbagai narasi mengenai game, robot-robotan, budaya kuliner, sampai ilmu farmasi yang sama-sama dibawakan menggunakan isekai sebagai jalan berceritanya; lebih seperti beraneka rupa hewan berkumpul untuk minum dari kolam yang sama. Dengan sumber referensi yang beragam seperti itu, batasan isekai tidaklah absolut, namun terbuka kepada elemen-elemen yang bisa juga ditemukan dalam cerita-cerita lain. Salah satu video Pause and Select menjabarkan sejumlah konsep yang sering muncul dalam cerita isekai, namun tidak berarti hanya dapat ditemukan dalam cerita isekai. Hal ini penting untuk diingat karena jika kita keliru mengidentifikasikan konsep-konsep ini sebagai hal yang esensial pada isekai, kita bisa keliru ikut mengelompokkan hal-hal yang tidak berhubungan ke dalam isekai hanya karena kebetulan menampilkan konsep yang sama.

Pengaruh konteks lingkungan media yang ada juga perlu diperhitungkan ketika membahas mengenai isekai di luar Jepang. Materi panel di CF menyebutkan bahwa konsep isekai ini juga dapat ditemukan dalam fiksi dari Tiongkok dan Korea Selatan dengan istilah dalam bahasanya masing-masing, juga membawakan berbagai contoh khususnya dari yang disebutkan sebagai isekai Korea Selatan itu. Ini adalah hal yang menarik untuk bahasan perbandingan. Namun, untuk melakukan perbandingan semestinya dilihat lebih lanjut juga bagaimana konteks lingkungan media di masing-masing negara mempengaruhi seperti apa cerita isekai yang mereka hasilkan. Apakah web novel juga menjadi media utama perkembangan isekai di sana atau adakah media lain? Atau apakah game juga menjadi sumber pengaruh yang penting? Walaupun telaah yang dia lakukan lebih kepada cerita isekai Jepang, Joe juga sempat berkomentar bahwa cerita isekai Tiongkok lebih banyak menyerupai game battle royale seperti PUBG dibandingkan JRPG yang banyak mempengaruhi isekai Jepang. Hal ini sebenarnya menarik untuk digali lebih dalam untuk memahami lebih utuh bagaimana suatu gagasan dapat diolah secara berbeda dalam konteks media yang berbeda-beda.

Artikel opini ini berlanjut ke halaman selanjutnya.

1 KOMENTAR

  1. artikel yang menarik. Saya paham sekali dengan apa yang dibahas. Semua contoh novel isekai yang disebutkan 90 persen sudah saya baca semua walaupun belum sampai akhir. Karena seperti novel pada umumnya, ada beberapa novel bagus di awal namun pertengahan kurang menarik sehingga pembaca berhenti di sana. Semua tergantung selera masing-masing pembaca untuk tetap meneruskan membaca seri isekai atau berhenti

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses